Rabu 22 Jul 2015 06:05 WIB

Antara Cina dan Muslim Rohingya (2-Habis)

Red: M Akbar
Gadis cilik Rohingnya di sebuah kamp pengungsian di Bangladesh.
Foto: AP
Gadis cilik Rohingnya di sebuah kamp pengungsian di Bangladesh.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Iqbal Setyarso (Direktur Komunikasi ACT)

Krisis kemanusiaan di Tanah Air dan dunia nyaris tak lagi menjadi keunggulan bangsa ini, setelah periode presiden pertama RI gagah memperjuangkan kemanusiaan bangsa-bangsa terjajah. Di mana kemanusiaan pemimpin kita? Mungkin benar adanya ujaran H.G. Wells,"Bagi para penguasa, menyelamatkan muka sendiri jauh lebih penting ketimbang menyelamatkan jiwa rakyatnya."

Itulah sebabnya, Borobudur tegak berdiri berbilang tahun bahkan abad melampaui kehidupan wangsa Syailendra yang entah ada maslahat apa dari candi monumental itu selain obyek wisata dan pemujaan sesekali? Sementara tatkala ahli purbakala Barat mempertanyakan apa peninggalan Nabi Muhammad selain Ka'bah 'yang tak berbentuk' itu, Abul A'la Maududi, intelektual Pakistan menjawab,"Ooo..Ka'bah bukanlah peninggalannya. Ia justru mewariskan sesuatu yang lebih agung dari semua peninggalan sejarah, yaitu pemimpin yang jujur, adil, sederhana, dan terbuka. Selain itu, beliau tidak meninggalkan apa-apa."

Menyambut Rohingya, itulah wujud warisan Nabi. Selayaknya Anshar menerima Muhajirin. "Mengelola" Cina, tidak serta-merta menerima syarat investasi-andai benar begitu–jadi wujud nyata keputusan politik yan‎g membuka krisis kemanusiaan di negeri ini. Mengapa DPR tak membahas syarat investasi Cina? Akan berdampak seriuskah jika tak ada investasi Cina. Jika itu menjadi alasan keharusan memasukkan berpuluh ribu pengangguran Cina ke negeri ini?

Rohingya yang terancam jiwanya ditampik, pengangguran Cina dirangkul saat pemerintahnya mengoyak nurani kita dengan melarang Uyghur berpuasa, belajar Islam dan melakoni ibadah sesuai agamanya.

Benarlah, kilasan sejarah Dinasti Cheng Tsu hanya kisah lama tak berjejak! Diplomasi artifisial Dubes Cina di Indonesia dengan berbagi santunan kepada sebagian entitas Muslim Indonesia, tak menghapus diskriminasi yang mereka jalankan atas Muslim Uyghur.

Indonesia, bangunlah jiwamu, bangunlah badanmu, jangan kehilangan akal sehat dan hati nurani!

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement