Kamis 16 Jul 2015 06:04 WIB

Mengedukasi Anak Bangsa melalui Sinematek

Red: M Akbar
Ruang Perawatan Film  Sinematek
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Ruang Perawatan Film Sinematek

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Adi Surya Abdi (Kepala Sinematek Indonesia)

Mengarsipkan film sesungguhnya menjadi bagian yang tak boleh dilupakan jika ingin industri perfilman negeri ini berjalan lebih baik. Sebuah perjalanan sejarah, utamanya yang berkaitan dengan perfilman nasional, akan bisa diketahui oleh generasi mendatang ketika proses pendokumentasian itu bisa berjalan secara baik dan rapi.

Di sinilah salah satu peran penting mengapa Sinematek itu terlahir. Sebagai lembaga pengelola pengarsipan film, Sinematek mencoba melakukan usaha besar tanpa pernah menyerah. Sinematek sendiri telah berdiri sejak 1975. Pendirinya adalah mendiang Misbach Yusa Biran dan Asrul Sani.

Saat ini tercatat ada sekitar 2.000 film tersimpan di Sinematek. Dari jumlah tersebut, 700-an film di antaranya berbentuk film negatif atau pita seluloid. Film tertua yang sampai kini masih tersimpan apik adalah Tie Pat Kai Kawin yang dibuat pada 1935.

Dalam perjalanan waktu, Sinematek sebenarnya sangat membutuhkan sokongan nyata dari banyak pihak. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, menjadi pihak yang sepatutnya turut berkepentingan. Hal ini merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 1990 tentang Serah-Simpan Karya Cetak dan Rekam.

Melalui UU No4/1990 itu disebut bahwa tempat pengarsipan adalah Perpustakaan Nasional. Setiap karya cetak dan rekam semestinya menyerahkan arsipnya ke Perpustakaan Nasional. Tetapi sejak dekade 1970-an, arsip film itu telah diserahkan kepada Sinematek yang ditandai dengan adanya prakarsa dari Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin.

Sayangnya, kesadaran untuk mengarsipkan film itu belumlah berjalan terlalu baik. Hal ini tak lepas dari masih belum tumbuhnya kesadaran yang besar dari masyarakat dan bangsa ini untuk mengarsipkan sebuah sejarah. Bukankah sebuah negara yang maju tak akan pernah melupakan sejarahnya?

Inilah yang menjadi tantangan bagi Sinematek pada masa sekarang. Tentunya, peran Sinematek Indonesia pada masa sekarang tak hanya sebatas mengarsipkan film semata. Lebih dari itu, sepatutnya Sinematek bisa menjadi bagian integral dari sebuah industri dan gerakan kebudayaan yang tercermin melalui film nasional.

Setidaknya hal ini bisa bercermin kepada Sinematek yang ada di belahan negara Eropa seperti Prancis, Italia, Belanda dan lain sebagainya. Di sana, peran lembaga seperti Sinematek ini sudah menjadi sebuah wadah untuk mengedukasi masyarakat.

Sinematek itu sejogjanya bisa menjadi tempat informasi penting bagi perjalanan industri perfilman nasional. Di dalamnya dapat juga sebagai tempat kajian dan penelitian terhadap perjalanan sejarah perfilman anak negeri. Inilah sebuah eksistensi yang harusnya sudah terintegrasi seperti halnya Sinematek yang ada di negara maju. Jadi inilah alasan mengapa pemerintah itu perlu menaruh perhatian yang besar kepada Sinematek.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement