Rabu 10 Jun 2015 15:03 WIB

Galau di Tengah Dilema Ekonomi

Red: M Akbar
Dilema ekonomi yang sedang lesu
Foto: www.ayogitabisa.com
Dilema ekonomi yang sedang lesu

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Widdi Aswindi

Ada beban yang menggelayut berat di pundak. Semuanya kian memberat selepas rapat hari ini yang berderet-deret tuntas dilakoni. Semua teori dan kemampuan praktis coba diperas, diracik dan diramu untuk menemukan cara terbaik melepas berat beban. Ah, mungkin inilah sebuah tantangan hidup yang harus dihadapi dengan tetap berkepala tegak.

Menelisik ke dalam, ternyata semua hanya bermuara pada satu soal. Apa yang harus dilakukan di kala ekonomi negeri ini bergerak lambat tapi Ramadhan sudah ada di depan mata. Mungkinkan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) atau mencoba mengurangi gaji karyawan?

Bukankah dalam sebulan ke depan Lebaran sudah siap datang menyambut? Kira-kira seberapa pantas tunjangan hari raya (THR) Lebaran itu diberikan? Kecamuk itu kian bertambah runyam karena anak-anak sekolah juga sudah siap untuk menyambut tahun ajaran barunya. Ah, sekali lagi, tak bisa terbayang bagaimana muka karyawan yang harus menghadapi beban pelik ini.

Melambatnya ekonomi, demikian orang pintar kerap berkata, tentunya menjadi persoalan bagi kami yang mengelola kantor. Perlambatan ini tentunya membuat menurunnya pemasukan kantor, bahkan tak sedikit bisa membuat berhentinya operasi produksi. Sungguh menyesakkan, rasanya.

Rasa sesak itu kian menebal ketika mendengar kicauan komentar 'kepintaran' para pengamat dan pejabat yang mengklaim semua ini masih baik-baik saja. Paling tidak, sampai dalam tulisan ini terurai menjadi kata-kata, kurs mata uang negeri ini kian lunglai terhadap dolar ASyang kini telah menembus Rp 13.400.

Sejujurnya, saya memang baru kali ini mengalami situasi 'semacam krisis'. Maklumlah, di saat krisis melilit negeri ini di rentang periode 1997-1998, status saya masih menjadi mahasiswa. Begitu lantang saya bebas berteriak, tanpa pernah memikirkan bagaimana nasib karyawan di saat itu.

Tapi inilah yang terjadi di negeri ini. Saya menyadari, inilah salah satu perjalanan yang paling berat sepanjang pengalaman saya berusaha.

Mudah-mudahan perang batin ini yang tengah berkecamuk ini bisa membawa kebaikan dalam setiap putusan yang kelak diambil. Saya tak ingin membuat senyuman karyawan menyambut Ramadhan kali ini menjadi pahit. Mudah-mudahan kita semua bisa mengambil hikmah dari situasi seperti sekarang dan bukan malah memperburuknya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement