Rabu 27 May 2015 19:00 WIB

Pertumbuhan Listrik untuk Ekonomi yang Berkesinambungan

Red: M Akbar
Listrik
Foto: commons wikimedia
Listrik

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: William Henley, founder IndoSterling Capital

Program listrik 35.000 megawatt yang digadang-gadang Presiden Joko Widodo telah dimulai awal bulan ini melalui pembangkit listrik tenaga angin di Bantul, Yogyakarta. Inilah mega proyek yang diharapkan membuat Indonesia terhindar dari krisis listrik pada 2017.

Banyak yang menilai proyek tersebut terlalu ambisius karena besarnya hambatan yang harus dihadapi mulai dari hambatan pendanaan, pembebasan lahan, hingga regulasi. Benarkah proyek tersebut ambisius?

Listrik adalah sebuah keniscayaan. Tanpa kecukupan listrik, jangan berharap perekonomian bisa tumbuh dengan baik hingga 7 persen sesuai harapan pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla.

Proyek listrik 35.000MW semestinya tidak dilihat dari ambisius atau tidak, tetapi sebagai sebuah keharusan. Pertumbuhan pasokan listrik adalah sebuah keharusan jika ingin mendorong pertumbuhan ekonomi. Pabrik tidak akan berjalan jika tidak ada listrik.

Gedung perkantoran akan sepi jika tidak ada pasokan listrik. Demikian pula pasar tempat jual beli tidak akan ada aktivitas tanpa adanya pasokan listrik. Aktivitas ekonomi akan terhenti tanpa aliran listrik.

Pertumbuhan pasokan listrik harus mampu mengimbangi pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan hitung-hitungan pemerintah, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 5 – 6 persen, dibutuhkan tambahan kapasitas pembangkit hingga 7.000MW dan tambahan jaringan transmisi rata-rata 9.300 kilometer sirkuit per tahun.

Pencanangan mega proyek 35.000MW ini sangat penting mengingat dalam lima tahun terakhir, tambahan pasokan listrik tidak dapat mengimbangi tambahan permintaan. Pada tahun 2012, seharusnya ada tambahan kapasitas 5.600MW dan tahun 2013 sebesar minimal 4.000MW. Artinya, selama 2 tahun terakhir dibutuhkan tambahan kapasitas sekitar 9.600MW.

Investasi Minim

Sayangnya, dalam kurun waktu tersebut, pertumbuhan pasokan listrik hanya 4.100MW atau kurang dari setengah kebutuhan. Investasi sektor kelistrikan memang sangat minim selama ini. Mengutip pernyataan Presiden Jokowi, selama 70 tahun Indonesia merdeka, pemerintah baru membangun pembangkit berkapasitas 50.000MW.

Dengan minimnya investasi kelistrikan maka tak perlu heran jika hingga saat ini belum 100 persen wilayah Indonesia yang teraliri listrik. Berdasarkan data PLN, rasio elektrifikasi Indonesia pada tahun 2014 baru mencapai 84,35 persen. Ini artinya, masih ada 15,65 persen penduduk Indonesia yang belum mendapatkan akses listrik.

Padahal, pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat pesat. Tahun 2015 saja, Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 5,4-5,7 persen. Industri terus tumbuh, jumlah penduduk semakin besar, kebutuhan listrik semakin besar.

Tanpa tambahan pasokan listrik yang memadai dan bisa mengimbangi pertumbuhan, Indonesia bisa berada pada kondisi darurat listrik. Pemerintah memperkirakan Indonesia akan memasuki krisis listrik pada tahun 2018 jika tidak ada tambahan pasokan listrik yang siginifikan.

Hal ini bukan tidak disadari oleh pemerintah. Inisiasi untuk membangun sejumlah proyek listrik sebenarnya sudah dimulai sejak lama. Sayangnya, pembangunan pembangkit tidak berjalan mulus. Banyak hal yang mengganggu investasi kelistrikan mulai dari masalah pembebasan lahan, pengadaan, hingga masalah hukum.

Misalnya saja pembangunan PLTU Batang Jawa Tengah yang diharapkan bisa dimulai tahun 2012, nyatanya hingga 2015 ini masih saja berkutat dengan masalah pembebasan lahan. Ini artinya, PLTU ini tidak akan selesai tepat waktu pada tahun 2018.

Padahal PLTU Batang 2x1.000MW merupakan salah satu tumpuan untuk mencukupi kebutuhan listrik di Pulau Jawa. Ini belum dihitung macetnya sejumlah proyek pembangkit dan transmisi di luar Jawa yang juga sangat krusial.

Mengurai benang kusut investasi kelistrikan memang bukan hal yang mudah. Namun, pemerintah sudah menyadari bahwa masalah listrik harus segera dituntaskan. Presiden Jokowi sudah memberikan sejumlah kemudahan regulasi agar proyek-proyek listrik yang dicanangkan bisa segera direalisasikan.

Namun, regulasi saja tidak cukup untuk mendorong investasi kelistrikan. Pembangunan kelistrikan juga membutuhkan partisipasi masyarakat dan para pemangku kepentingan lainnya termasuk pada legislator. Semua harus bahu membahu untuk merealisasikan mega proyek listrik ini. Tanpa partisipasi seluruh pihak, siap-siap menerima konsekuensi byar pet dalam beberapa tahun mendatang

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement