Jumat 20 Mar 2015 11:08 WIB

Ketika Ratusan Anak Termarjinalkan Saling Curhat

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Indah Wulandari
Anak suku Rimba, Jambi, salah satu yang termarjinalkan
Foto: antara
Anak suku Rimba, Jambi, salah satu yang termarjinalkan

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Anak-anak yang termarjinalkan dari berbagai negara di Asia mengeluarkan uneg-unegnya  di pertemuan Wadah Global Gathering (WGG) di bawah Yayasan Wadah Titian Harapan pada 18-20 Maret 2015.

“Pengalaman di lapangan menunjukan bahwa kegiatan pendidikan yang transformatif menuju sebuah pembaharuan bagi anak-anak termarjinalkan memerlukan keterbukaan dan kepedulian yang dalam agar mereka tetap menjadi pusat dan subyek pembaharuan,” kata pendiri Yayasan Wadah Titian Harapan, Anie Hashim dalam rilisnya, Jumat (20/3).

Pertemuan tiga tahunan ini merupakan kedua kalinya sejak pertama kali dihelat di Bali pada 2012. Kalau pertemuan pertama berbicara mengenai kemiskinan, kali ini tema yang diangkat tentang pendidikan.

Yang sangat menarik dari WGG, ujarnya, anak-anak yang memiliki permasalahan sosial diundang sebagai narasumber utama. Mereka datang mewakili berbagai negara, seperti Indonesia, Nepal, India, Bhutan, Afghanistan, dan Filipina.

Secara bersama, sesuai dengan jenis masalah yang dihadapinya, mereka akan bersama-sama mengekspresikan dan mempresentasikan perasaan, pengalamannya sebagai anak remaja yang termarjinalkan. Selain itu, mereka juga akan menyampaikan harapan dan impian untuk mencapai masa depan yang lebih baik.

WGG 2015 diselenggarakan oleh Yayasan Wadah Titian Harapan, bermitra dengan Saksham (India), ECDC (Nepal), Gita Eklesia (Indonesia), Maiti Nepal (Nepal), Udayan Care (India), Shuhada Organization (Afghanistan), SOS Desa Taruna (Indonesia), Tarayana Foundation (Bhutan), Tuloy Foundation (Filipina), Championing Community Children (Filipina), dan Raise A Village Program, Inc. (Filipina).

Kali ini, pemenang Ramon Magsaysay Award, Sima Samar menjadi pembicara kunci. Untuk melengkapi dan memperkaya presentasi utama dari anak-anak remaja ini, dihadirkan pula pejuang kemanusiaan yang mendapat penghargaan international, yaitu  Efren Penaflorida (Dynamic Teen Company, Filipina), Anuradha Koirala (Maiti, Nepal), Robin Lim (Bumi Sehat, Indonesia), dan Pushpa Basnet (Early Childhood Development Center).

Ada pula pemenang 2012 Children’s International Peace Prize Kesz Valdez (Championing Community Children, Filipina). Mereka akan menyampaikan berbagi informasi dan refleksi dari pengalaman nyata mereka menangani anak-anak remaja termarjinalkan.

 

“Kami berharap, kehadiran mereka yang terdampak langsung masalah sosial di sekitarnya diperkaya oleh masukan dari para pembicara pertemuan ini akan banyak memberi inspirasi bagi setiap orang yang hadir untuk menjadi bagian dari perjuangan bersama mengubah hidup orang muda disekitar kita demi masa depan dunia yang lebih baik,” tegas Anie.

WGG kali ini diikuti lebih 220 peserta yang berasal dari 16 negara di dunia, seperti  Inggris, Swiss, Polandia, Spanyol, Perancis, Amerika Serikat, Bhutan, Afganistan, Australia, Korea Selatan, Nepal, India, Filipina, Malaysia, Singapura, dan Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement