Ahad 22 Feb 2015 06:00 WIB

Wajah Suram Hukum Kita

Asma Nadia
Foto: Republika/Daan
Asma Nadia

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Asma Nadia

"Hancur sistem hukum kita kalau begini!"

Komentar seorang teman yang mengerti, menanggapi keputusan pra peradilan atas kasus BG melawan KPK.

Saya yang tidak begitu paham persoalan hukum bertanya-tanya  masalah besar apa yang akan muncul  di masa depan, terkait ini?

"Bayangkan saja, keputusan hakim mengatakan, 'Menimbang bahwa atas penyidikan pemohon tidak sah, surat sprindik termohon sebagai tersangka maka terhadap surat penyidikan yang menetapkan sebagai tersangka pun dinyatakan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.'"

Ia mengutip lengkap keputusan hakim yang saya dan juga mungkin kebanyakan masyarakat awam tidak mengerti benar maksudnya. Memahami kebingungan saya, sang teman  menjelaskan. "Pra peradilan seharusnya menjadi proses untuk menentukan apakah sebuah kasus layak di bawa ke pengadilan atau tidak. Jadi proses penyidikan sudah selesai dan siap disidangkan. Baru kasus tersebut bisa diangkat ke pra peradilan sebelum pengadilannya dimulai. Dan itu tidak boleh mencakup pokok materi tapi prosedural hukum saja. Tapi dalam kasus ini yang di pra peradilankan adalah proses penyidikan, atau status tersangkanya."

"Lalu?" tanya saya polos.

"Artinya semua tersangka nanti bisa mempraperadilankan statusnya jadi tersangka. Ke depan semua kasus bisa berhenti sebelum pengadilan, jika semua proses penyidikan dibatalkan. Semua tersangka yang berduit akan mudah melepaskan diri dari jerat hukum, melalui pra pradilan atas kasus tersangkanya. " jelasnya  lebih gamblang.

Berangsur saya mulai memiliki bayangan masalah yang akan muncul di kemudian hari.

"Lebih buruk lagi, nanti para tersangka bisa mangkir jika dipanggil kepolisian, kejaksaan atau KPK, karena mereka menunggu dulu hasil pra peradilan atas status tersangka. Mereka bisa menunda proses pemeriksaan tersangka karena  menolak status tersangkanya.  Ini menjadi mungkin  karena presedennya sudah ada."

Benarkah? Kekhawatiran saya semakin bertambah.

Dengan proses yang sudah ada saja  terdakwa korupsi dan yang lolos, masih banyak penjahat yang bebas, apalagi dengan peristiwa  ini.

Bayangkan ribuan tersangka berlomba lomba mempraperadilankan status mereka, yang jika   menang maka proses penyidikan terkait seluruhnya harus dihentikan.

Saya mulai mengerti kenapa salah satu kuasa hukum KPK, Chatarina Mulia Girsang  memprediksi tersangka lain akan mengajukan hal yang sama karena merasa memiliki kemungkinan  menang.

"Yang pasti setelah ini semua yang menjadi tersangka, baik di Polri, kejaksaan, atau KPK, akan mengajukan praperadilan."

Dunia tenang saya mendadak diguncang kepanikan dan kekhawatiran. Saya yang awam perlahan memahami kenapa banyak pihak yang mengerti hukum dan peduli atas penegakan dan konsistensi hukum sangat marah dan kecewa dengan keputusan ini, sebagaimana penuturan Ketua Tim Independen Buya Syafii Maarif,

"Orang yang bela Budi Gunawan pasti senang (dengan putusan itu). Tapi ahli hukum pasti kecewa, karena putusan itu merusak struktur hukum," kata Buya.

Lalu bagaimana solusinya, masih adakah harapan mengembalikan proses hukum ke jalur yang benar?

Teman saya terdiam, memandang langit sejenak seraya menghela napas,

"Seandainya saja MA mengabulkan kasasi untuk membatalkan keputusan ini, berarti keputusan menjadi  batal demi hukum. Artinya preseden ini tidak ada. Akan tetapi..." tambahnya, "lebih bagus lagi kalaupun keputusan ini batal, lalu diperjelas seterusnya tidak ada pra peradilan yang mengangkat penetapan status tersangka di pengadilan manapun. Jadi harusnya pra peradilan atas status tersangka ditolak sejak awal tanpa di jadwalkan untuk dipra peradilankan."

Memandang wajah teman yang diliputi rasa frustrasi, hati saya berdebar. Kepastian dan tata kelola hukum kita dalam bahaya. Semoga Allah menyelamatkan negeri ini. Semoga  seluruh penegak, aparat dan semua punggawa hukum  arif menjaga hukum di tanah air agar berjalan sesuai prosedur, dan tidak dipermainkan, doa saya dalam hati. Doa yang sama, saya yakin  sedang dipanjatkan ratusan juta anak negeri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement