Jumat 30 Jan 2015 06:19 WIB

Ketika Jokowi Berjalan di Atas Gelombang

Taufik Rachman
Foto: Republika/ Daan
Taufik Rachman

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Taufik Rachman

Email: [email protected]

Berjalan di atas gelombang, kalimat ini pernah dilontarkan budayawan Emha Aniun Najib. Saya meminjam kalimat itu untuk memberikan gambaran sepak terjang Presiden Joko Widodo atau yang populer dengan sebutan Jokowi dalam 100 hari masa pemerintahannya.

Sejak awal Jokowi menghadapi aneka persoalan yang cukup pelik, dari sisi internal maupun eksternal. Internal antara lain terkait dengan tarik menarik koalisi yang mengusungnya menjadi presiden. 

Lalu, ada perseteruan di parlemen antara kubu Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dengan Koalisi Merah Putih (KMP). Tak urung, juga berimbas kepada Jokowi saat akan mengambil suatu kebijakan. 

Paling tidak, menganggu konsentrasi Jokowi. Demikian pula dengan perseteruan antara kapolri dengan KPK yang populer dengan sebutan cicak dan buaya jilid tiga.

Pada sisi lain, serangkaian kebijakan yang diterapkan Jokowi juga mengancam eksistensi kalangan oknum yang selama ini memanfaatkan kementerian, lembaga pemerintah dan BUMN untuk kepentingan pribadinya. Oknum ini, tentu saja, tak tinggal diam. Berbagai manuver digulirkan demi menjaga eksistensinya. Ini tentu saja, menambah pekerjaan bagi Jokowi.

Sejauh ini, Jokowi seperti tak bergeming dalam mewujudkan mimpi-mimpi besarnya. Mimpi besar itu adalah percepatan pembangunan infrastruktur, pembangunan tol laut, kedaulatan pangan, kedaulatan energi juga pemberdayaan masyarakat miskin. Dalam seratus hari pertama, Jokowi berhasil melakukan groundbreaking proyek-proyek besarnya. 

Ia sekaligus merealisasikan janji-janji kampanyenya. Belum semua janji kampanye dipenuhi, memang. Namun harus diakui, jika dalam waktu 100 hari, puluhan janji kampanye telah dipenuhi.

Salah satu kunci keberhasilan Jokowi adalah ruang fiskal. Kepiawain Jokowi melebarkan ruang fiskal di anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) telah memberinya peluang merealisasikan mimpi-mimpi besar itu.  

Mengurangi subsidi bahan bakar minyak, menjadi salah satu cara Jokowi melebarkan ruang fiskal. Ia didukung dengan serangkaian efisiensi anggaran di APBN. Misalnya memotong biaya perjalanan dinas dan rapat hingga Rp 19 triliun. 

Dari serangkaian efisiensi itu diperoleh ruang fiskal hingga Rp 230 triliun. Sebuah sejarah baru ditorehkan, anggaran infrastruktur lebih besar dari alokasi anggaran subsidi BBM.

Ruang fiskal yang besar telah mendorong pemerintah mengucurkan penyertaan modal negara hingga Rp 86 triliun untuk 35 BUMN. Pemerintah berharap kinerja BUMN akan semakin optimal dengan penyertaan modal tersebut. 

Setidaknya penyertaan modal negara diharapkan akan mendukung belanja modal (capital expenditure) sehingga BUMN makin leluasa mengembangkan bisnisnya. Dari PMN Rp 86 triliun diharapkan muncul proyek dengan nilai lima kali lipat atau lebih. 

BUMN secara bertahap juga akan dibebaskan dari kewajiban membayar dividen kepada pemerintah. Sebagai gantinya, pemerintah akan menggenjot peningkatan pendapatan negara dari sektor pajak.

Pertamina, misalnya, akan dibebaskan dari kewajiban membayar dividen. Tahun ini pemerintah menargetkan dividen Pertamina Rp 9,6 triliun. Tanpa membayar dividen akan membuat Pertamina semakin leluasa mengembangkan bisnis di sektor hulu dan hilir. Dana Rp 9,6 triliun sangat berarti bagi BUMN migas itu.

Jokowi ingin berlari seperti pelari marathon, bukan pelari sprinter jarak pendek. Sebagai panglima perang, Jokowi ingin teamwork-nya langsung bergerak, bekerja all out dan mengalahkan musuh. Jokowi tak ingin kehilangan momentum. Jokowi tak ingin biaya makin besar jika dibiarkan berlarut-larut. 

Namun sebagaimana ditangkap media massa, belum semua anggota kabinet Jokowi all out bekerja. Konon baru separuh anggota kabinetnya yang telah bergerak cepat, selebihnya cenderung wait and see. Ada yang masih belajar lebih dahulu, ada yang asyik mengotak-atik struktur kelembagaan, ada yang tak tahu apa yang harus dilakukan.

Mengamati perjalanan 100 hari Jokowi, tampak di sini bahwa mantan wali kota Solo dan gubernur DKI Jakarta itu sangat piawai dalam menyiasati kedaaan dan menyelesaikan masalah. Hingga 100 hari, tingkat kepercayaan dan ekspektasi publik masih sangat besar terhadap Jokowi, sekalipun hingar-bingar politik cenderung menyalahkan atau memojokkannya. 

Publik yang semakin cerdas sebenarnya tahu apa yang sesungguhnya terjadi di balik hingar-bingar itu. Karena itu, publik akan selalu mendukungnya dan berada dalam satu barisan. Publik bakal bergerak  dan melakukan perlawanan jika ada pihak-pihak yang secara sengaja menyakiti bahkan menyingkirkan Presiden RI ketujuh itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement