Selasa 27 Jan 2015 23:35 WIB

Pakar: Program 100 Hari Jokowi-JK di Bidang Hukum Tak Ada yang Menonjol

Rep: C82 / Red: M Akbar
Presiden Jokowi, Wapres Jk, dan Menag Lukman Hakim Saifuddin.
Foto: Antara
Presiden Jokowi, Wapres Jk, dan Menag Lukman Hakim Saifuddin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Ni'matul Huda, menilai banyak hal di bidang hukum yang dijanjikan Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla dalam 100 hari pertama kedodoran. Dalam 100 hari sejak Jokowi-JK dilantik, dinilai belum ada program menonjol yang terlihat.

"Saya menilai belum kelihatan, karena Pak Jokowi masih sibuk dengan dirinya sendiri dan kepentingan partainya yang harus diakomodir. Dia (Jokowi) sepertinya juga ada tarikan dengan parlemen dan Menteri hukumnya, sama-sama seperti mencari titik temu," kata Ni'matul kepada Republika, Selasa (27/1).

Ni'matul menilai, Kementerian Hukum dan HAM yang dipimpin oleh Menteri yang merupakan politisi PDIP Yasonna Laoly agak lemah. Menurutnya, karena posisi itu dijabat oleh orang yang berasal dari parpol, objektifitas dalam mengambil keputusan dan bertindak pun dari sisi hukum menjadi kurang tegas.

"Pada posisi hukum itu, kalau dikuasai suatu partai dan untuk kepentingan partai yang ada di belakangnya itu agak susah. Dulu kita berharapnya di posisi Menkumham itu yang benar-benar ahli dalam bidang itu, bukan dari parpol supaya tidak ada tarikan-tarikan kepentingan partai," jelasnya.

Ia menyebutkan, salah satu contoh lemahnya peran Menkumham terlihat dalam kekisruhan yang terjadi antara KPK dan Polri saat ini.

"Kasus (KPK-Polri) yang berlanjut ini kan kalau Menkumham bisa memberi advice yang bagus pada Presiden, mungkin nggak akan dalam posisi seperti saat ini KPK dan kepolisian," ujar Ni'matul.

Menurut Ni'matul, ketidaktegasan dalam permasalah tersebut bukan hanya dari Menkumham, namun juga berawal dari Jokowi. Pengusulan calon tunggal Kapolri yang jauh sebelumnya telah dinyatakan memiliki catatan merah dari KPK, lanjutnya merupakan bentuk ketidaktegasan Jokowi.

"Kalau memang tujuan Pak Presiden adalah revolusi mental, ini ujian pertama yang luar biasa menurut saya. Mental seperti apa yang mau dibangun kalau tersangka dijadikan Kapolri. Seandainya peluang emas itu tidak dibuat mainan seperti ini mungkin menurut saya akan lebih bagus, simpati rakyat akan semakin bertambah," kata Ni'matul.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement