Sabtu 10 Jan 2015 06:00 WIB

Penegakan dan Kepastian Hukum Bidang Pertanahan (1)

Yudi Setiawan
Foto: dokpri
Yudi Setiawan

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: *Dr Drs Yudhi Setiawan, SH, MSi  (Kasubbid Teknis dan Fungsional Pusdiklat BPN RI)

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria; yang selama ini menjadi acuan dasar Badan Pertanahan Nasional dalam melaksanakan tugas di bidang pertanahan; adalah peraturan dasar, peraturan pokok-pokoknya saja. Oleh sebab itu, penting untuk dibuat suatu peraturan khusus untuk bidang pertanahan yang sementara waktu disebut undang-undang pertanahan.

Undang-undang pertanahan ke depan wajib mengakomodasi secara tegas berbagai hal di bidang pertanahan dengan berlandaskan penegakan hukum dan kepastian hukum. Mengingat Indonesia adalah negara hukum sehingga setiap gerak langkah di negara ini seyogyanya harus berlandaskan pada hukum. Sebab, jika  hanya sekadar menerbitkan undang-undang atau hanya ganti baju saja, segala kerja keras untuk mewujudkan undang-undang ini akan sia-sia. Ujungnya, hanya akan menjadi cemoohan karena pasti dengan segera akan diubah atau diganti.

Salah satu hal bidang pertanahan yang sangat urgen untuk dilahirkan adalah mengubah aturan pertanahan di Indonesia. Aturan yang digunakan selama ini adalah sistem publikasi negatif bertendensi positif, diubah menjadi sistem publikasi positif.

Berubahnya Badan Pertanahan Nasional dari lembaga pemerintah non kementerian menjadi kementerian bernama Kementerian Agraria dan Tata ruang di era Presiden Joko Widodo ini seharusnya dijadikan momentum oleh lembaga ini menjadi lebih baik. Tujuannya untuk mendorong terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum di bidang pertanahan. Ini sesuai cita-cita yang diwujudkan para pendiri negara yang telah menetapkan Indonesia adalah negara hukum.

Ada dua macam sistem publikasi dalam pendaftaran tanah, yaitu:

a.Sistem publikasi positif; apa yang terkandung dalam buku tanah dan surat tanda bukti hak yang dikeluarkan merupakan alat pembuktian yang mutlak.

b.Sistem publikasi negatif; sertipikat yang dikeluarkan merupakan tanda bukti hak atas tanah yang kuat; namun negara tidak menjamin kebenaran data yang disajikan dalam bukti hak tersebut.

Pada sistem publikasi positif menggunakan sistem pendaftaran hak, memerlukan register atau buku tanah sebagai bentuk penyimpanan dan penyajian data yurisdis, dan sertipikat hak sebagai surat tanda bukti. Pemegang hak atas tanah adalah nama yang terdaftar dalam register dan bukan atas perbuatan hukum pemindahan hak yang dilakukan. Negara menjamin atas data yang disajikan, siapapun yang berkepentingan dengan data tersebut dapat mempercayainya. Dalam sistem ini, data yang terdapat dalam register memiliki daya pembuktian yang mutlak.

Pada sistem publikasi negatif, kepentingan pemegang hak yang sebenarnya lebih didahulukan dan dilindungi. Walaupun pihak lain sudah terdaftar sebagai pemegang hak, namun pihak yang berhak sebenarnya masih tetap diberi kesempatan untuk mengajukan gugatan pembatalan pendaftarannya ke pengadilan.

Sistem Publikasi negatif menggunakan pendaftaran akta sebagai sahnya perbuatan hukum yang dilakukan dan menentukan berpindahnya hak kepada pembeli, bukan pada pendaftaran yang dilakukan. Pendaftaran tidak membuat seseorang yang memperoleh tanah dari pihak yang tidak berhak akan menjadi pemegang hak yang baru. Data yang disajikan dalam pendaftaran sistem publikasi negatif dalam beberapa hal tidak dapat dipercaya dan negara tidak menjamin kebenaran data yang disajikan.

Indonesia menggunakan sistem publikasi negatif bertendensi positif ,artinya negara menjamin kebenaran data yang disajikan dalam bukti hak sebagai bukti hak yang kuat selama tidak ada putusan hakim yang menyatakan sebaliknya; data yang disajikan merupakan data yang benar, sah dan diakui serta dijamin menurut hukum.

Keadaan ini selalu menimbulkan persoalan, pertanyaan dan keragu-raguan atas kekuatan hukum tanda bukti hak atas tanah yang berupa sertipikat. Dengan kata lain, sertipikat itu sebagai “alat bukti”. Bagi pemilik tanah, sertipikat tadi merupakan pegangan dalam hal pembuktian hak miliknya sebab dikeluarkan instansi yang berwenang secara hukum; dengan kata lain menurut aturan yang ditetapkan negara.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement