Senin 15 Dec 2014 06:00 WIB

‘Kiai’ Google dan Yahoo dalam Keagamaan Kita

Ikhwanul Kiram Mashuri
Foto: Republika/Daan
Ikhwanul Kiram Mashuri

REPUBLIKA.CO.ID,Oleh: Ikhwanul Kiram Mashuri

Siapakah ustadz atau kiai yang paling populer di jagad raya ini? Dengan bercanda, dalam suatu acara, saya mengatakan ustadz atau kiai yang paling kondang dan paling dekat dengan masyarakat sekarang ini bukan kiai NU (Nahdlatul Ulama) atau ustadz Muhammadiyah. Kiai dan ustad yang paling dikenal oleh umat Islam sekarang ini namanya adalah ‘Ustadz’ Yahoo dan ‘Kiai’ Google.

Tidak percaya? Cobalah Anda searching di internet, ‘Ustadz’ Yahoo dan ‘Kiai’ Google akan menjawab apa yang Anda ingin ‘tanyakan’. Dari nama baik, hukum (fikih), doa-doa hingga soal rumah tangga dan masalah-masalah lainnya. Terlepas apakah Anda ‘puas atau tidak puas’ dengan penjelasan  ‘sang ustadz’ dan ‘sang kiai’ di dunia maya tersebut.

‘Puas atau tidak puas’perlu digarisbawahi karena yang namanya ‘Ustadz’ Yahoo dan ‘Kiai’ Google sebenarnya hanyalah search engine alias mesin pencari. Keduanya tergantung kepada siapa atau pihak mana yang mengisi kontennya. Dan, konten itu bisa diakses siapa saja di jagad raya ini yang tersambung dengan internet. Karena itu benarlah bila dikatakan internet telah menghapus batas-batas negara. Seluruh warga dunia bisa tersambung  antara satu dan lainnya dalam waktu yang sama.

Di sinilah kehebatan ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) ketika memanfaatkan internet sebagai alat propaganda untuk merekrut para pemuda dari berbagai negara. Bila Anda search kata ISIS misalnya, maka akan keluar ribuan tentang berbagai hal terkait negara bentukan Abu Bakar al-Baghdadi itu -- baik dalam bentuk tulisan, foto, maupun video.

Banyak yang mencela, ada yang netral, dan tidak sedikit yang mendukung negara  tersebut. Yang terakhir ini misalnya, bisa terlihat dari video-video yang telah dirilis ISIS. Di Indonesia ada saja pihak-pihak yang menggandakan video-video itu di dunia maya. Bahkan banyak yang disertai terjemahan dalam bahasa Indonesia. Di antaranya tentang khutbah Jumat Al Baghdadi di Masjid Agung Mosul pada Ramadhan lalu.

Selain itu, ISIS juga memanfaatkan berbagai media sosial seperti youtube dan twitter untuk menyebarkan potongan-potongan video mereka. Tujuannya,  untuk merekrut para pemuda asing dari berbagai negara guna dijadikan sebagai ‘tentara ISIS di Irak dan Suriah’.

Presiden Barack Obama sendiri sampai kepusingan dengan kemahiran para propagandis ISIS dalam memanfaatkan media sosial. ‘‘Para propagandis ISIS kini sangat jago memanfaatkan media sosial dan internet. Mereka telah berhasil merekrut ribuan tentara asing dari Eropa, Amerika, Australia, dan seterusnya,’’ kata Obama dalam wawancara dengan CBS News beberapa waktu lalu.

Menurut data di Interpol (International Criminal Police Organization) yang dirilis pada Oktober lalu, lebih dari 15 ribu warga asing dari 81 negara telah bergabung dengan kelompok-kelompok radikal di Irak dan Suriah. Sebanyak 3 ribu di antaranya berasal dari negara-negara Barat. Dari jumlah ini, sedikitnya seribu dari daratan Eropa -- 500-an dari Inggris dan 250-an dari Belgia -- dan sekitar 100-an dari Amerika Serikat (AS). Kini bisa dipastikan jumlah mereka yang bergabung dengan ISIS akan terus bertambah.

Lalu apa isi dari propaganda ISIS yang dirilis lewat dunia maya itu? Pertama, cuplikan video yang menggambarkan kekejaman ISIS. Misalnya, pemenggalan kepala beberapa warga Barat dan eksekusi mati mereka yang dianggap musuh. Tujuannya, menurut pakar gerakan radikal dari Mesir,  Dr Hani as-Siba’i, untuk membuat keder mereka yang mencoba melawan ISIS.

Kedua, lanjut as-Siba’i, untuk menumbuhkan rasa solidaritas di kalangan umat Islam terhadap perjuangan ISIS yang dikatakan ingin menegakkan syariat. ‘‘Yang menggerakkan anak-anak muda asing bersedia bergabung dengan ISIS adalah persoalan akidah. ISIS sangat pandai memanfaatkan internet untuk menyebarkan berita bahwa mereka berjuang untuk Islam, dan bahwa mereka sedang berperang melawan musuh. Akhirnya banyak warga asing yang bergabung dengan mereka sebagai bentuk solidaritas sesama umat Islam," ujar as-Siba’i sebagaimana dikutip media al-Sharq al-Awsat

Kemahiran ISIS memanfaatkan media internet bahkan sudah dimulai sejak mereka muncul untuk pertama kali pada 2010. Kini, lanjut as-Siba’i, dengan penguasaan terhadap sumur-sumur minyak di Irak dan Suriah, mereka pun bisa membiayai tim khusus untuk propaganda lewat internet. Tim inilah yang menggarap propaganda ISIS di semua media sosial seperti facebook, twitter, youtube, dan instagram. 

Karena itu, tidak aneh bila para warga asing yang bergabung dengan ISIS kebanyakan adalah anak-anak muda. Di sinilah, menurut pakar internet dan informasi publik di Timur Tengah, Dr Iyad Barakat, kelebihan ISIS untuk melakukan propaganda melalui media sosial dan internet. ‘‘Seluruh anak muda di jagat raya ini, terutama di negara-negara Barat,  sangat akrab dengan internet. Mereka inilah yang disasar oleh ISIS. Apalagi pada usia seperti itu mereka masih labil. Mereka masih dalam rangka mencari jati diri. Pada saat itulah ISIS ‘datang’ melalui gadget dan laptop. Mereka menawarkan ‘solusi’,’’ ujar Barakat.

ISIS tentu sekadar contoh bagaimana sebuah organisasi atau pihak memanfaatkan internet dan media sosial untuk propaganda, dan hasilnya terbukti sangat efektif. Masih banyak kelompok lain yang juga sudah menggunakan internet dan media sosial sebagai sarana menyampaikan gagasan, kampanye, propaganda, dan seterusnya.

Celakanya, kelompok-kelompok lain itu seringkali justru merusak atau bertentangan dengan akidah Islam (Sunnah wal Jamaah/Aswaja). Kaum Aswaja yang merupakan mayoritas di negeri ini selalu mengedepankan washatiyah, moderat, toleran, dan rahmatan lil’alamin, namun tegas dalam prinsip.

Di era kecanggihan teknologi informasi seperti sekarang, umat belajar agama tidak lagi hanya datang ke masjid, surau, madrasah, sekolah-sekolah agama, ustad, kiai, ulama dan seterusnya. Kini banyak orang mencari informasi, termasuk mencari pengetahuan agama, sudah melalui internet. Atau tepatnya searching di google dan yahoo, dan hal itu bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja.

Untuk itu, dalam berbagai kesempatan -- termasuk ketika bedah buku di depan para ruasa dan masyayih Nahdlatul Ulama di Surabaya dua pekan lalu --, saya sampaikan tentang perlunya para kiai dan ulama aktif di media sosial dan internet. Bila tidak, anak-anak muda kita akan banyak mencari informasi mengenai agama ke ‘Kiai’ Google dan Yahoo, yang bila tidak hati-hati bisa saja terpincut dengan ideologi ISIS atau ideologi menyimpang lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement