Kamis 11 Dec 2014 18:19 WIB

Anak Berkebutuhan Khusus Butuh Sekolah Khusus

Rep: Desy Susilawati/ Red: Indira Rezkisari
Sejumlah anak berkebutuhan khusus merangkai kalung berbahan manik-manik pada pelajaran keterampilan di Jakarta.
Foto: Rakhmawaty La'lang/Republika
Sejumlah anak berkebutuhan khusus merangkai kalung berbahan manik-manik pada pelajaran keterampilan di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Selain bekerja sama dengan IKEA Foundation, dalam memfasilitasi program untuk anak berkebutuhan khusus berbasis keluarga, melalui kegiatan Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) atau Community-based Rehabilitation (CBR), Save the Children juga bekerjasama dengan Dinas Pendidikan tingkat propinsi dan setempat.

Mereka memberikan pelayanan di 31 sekolah inklusif dan 14 Sekolah Luar Biasa. Sampai dengan saat ini, jumlah anak berkebutuhan khusus yang telah bersekolah telah mencapai 436 anak.

Wilayah kerja Save the Children saat ini tersebar di enam kabupaten atau kota, yaitu Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Sumedang, dan Kabupaten Garut. Kegiatan RBM ini mencakup 193 desa, di 57 kecamatan yang ada di enam kabupaten/kota tersebut.

Save the Children secara erat bekerjasama dengan pemerintah baik di tingkat pusat, propinsi maupun kabupaten/kota hingga tingkat desa. Mereka juga bersinergi dengan kelompok masyarakat terkait, forum keluarga, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), rumah sakit dan lembaga lain yang fokus pada perlindungan anak, khususnya isu anak dengan disabilitas.

Deputi Perlindungan Anak dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dr Wahyu Hartomo, MSc menyatakan dukungannya kepada Save the Children. Pihaknya menyambut baik program yang sedang dijalankan Save the Children untuk mendukung persamaan hak dan kesempatan bagi anak-anak disabilitas.

Karena sampai dengan saat ini, walau sudah banyak jaminan dari undang-undang untuk anak berkebutuhan khusus, ternyata hak-hak anak berkebutuhan khusus belum sepenuhnya terpenuhi, baik di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat sekitarnya. “Hal ini disebabkan oleh pengaruh kondisi sosial dan keterbatasan kemampuan keluarga” tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement