Rabu 01 Oct 2014 00:30 WIB

NU: AS dan Inggris Sudah Maksimalkan Peran Ulama

Nahdlatul Ulama
Nahdlatul Ulama

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Wakil Ketua Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Nahdlatul Ulama (NU) KH Ahmad Baso mengatakan para ulama harus bisa berperan dalam diplomasi internasional.

"Permasalahan agama seperti konflik antarkelompok maupun sekte sudah menjadi isu global. Itulah sebabnya ulama harus berperan dalam diplomasi internasional," kata Ahmad yang ditemui setelah kajian internasional peran badan nonnegara Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Selasa (30/9).

Menurut dia, agama merupakan subjek sensitif namun efektif untuk membangun citra suatu negara di mata dunia. Isu agama cukup sensitif namun efektif untuk membentuk citra suatu negara. Kampanye dari sisi agama cepat mempengaruhi masyarakat.

Dia menambahkan konflik seperti terorisme dan radikalisme Islam termasuk seperti yang dilakukan kelompok bersenjata Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), membuat negara-negara di dunia semakin sadar akan pentingnya peranan ulama dalam kebijakan diplomasi internasional.

"Amerika Serikat (AS) dan Inggris sudah memaksimalkan peran ulama dalam diplomasi ke luar negeri berkaitan dengan kebijakan agama negaranya," tuturnya.

Di Indonesia, dia menambahkan, ulama sudah memainkan peran dalam diplomasi internasional sejak tahun 1850, tepatnya saat KH. Abdul Mannan Dipomenggolo, pendiri Pesantren Tremas di Pacitan, Jatim, mendirikan "ruwaq Jawi" di Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir.

"'Ruwaq Jawi' (pemondokan orang-orang nusantara) tersebut menandai hubungan internasional petama antara kedua bangsa yang sama-sama menghendaki kemerdekaan dan menolak penjajahan Eropa," ujar Ahmad.

Setelah itu, katanya, pada tahun 1926 ulama pesantren asal Indonesia KH. Abdul Wahab Chasbullah melobi pemerintah Arab Saudi untuk memberikan kebebasan beragama di Mekah dan Madinah yang saat itu dikuasai kalangan Wahabi.

Selanjutnya, ulama Indonesia dari NU pada tahun 1950-an mempelopori digelarnya Konferensi Islam Asia Afrika dan membentuk wadah global International Conference of Islamic Scholars (ICIS) pada tahun 2003 yang sudah melaksanakan tiga kali konferensi .

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement