Senin 01 Sep 2014 22:03 WIB

'Pendapat Masyarakat Indonesia tidak Merata'

Rep: C87/ Red: Djibril Muhammad
Politisi PDIP Maruarar Sirait didampingi Direktur Eksekutif LSI Kuskrido Ambardi saat rilis survei nasional bertema Ketimpangan Pendapatan di Indonesia, Harapan Publik terhadap Pemerintahanan Jokowi-JK di Jakarta, Senin (1/9).(Republika/ Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Politisi PDIP Maruarar Sirait didampingi Direktur Eksekutif LSI Kuskrido Ambardi saat rilis survei nasional bertema Ketimpangan Pendapatan di Indonesia, Harapan Publik terhadap Pemerintahanan Jokowi-JK di Jakarta, Senin (1/9).(Republika/ Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Indonesia berada dalam situasi ketidakmerataan pendapatan berdasarkan hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dilakukan pada 27 Mei - 4 Juni 2014. Lebih dari 90 persen responden berpandangan ketidakmerataan pendapatan di Indonesia.

"Bahkan 40 persen dari responden memandang pendapatan masyarakat Indonesia tidak merata sama sekali. Hanya tujuh persen yang melihat kondisi pendapatan di Indonesia cukup merata," kata Direktur Eksekutif LSI, Kuskridho Ambardi.

Hal itu disampaikan dia dalam acara Rilis Survei Nasional bertajuk Survei Opini Publik Persepsi Ketimpangan Pendapatan di Indonesia/ Inequality Perception Survey in Indonesia, di Hotel Pullman Jakarta Pusat, Senin (1/9).

Menurutnya, pandangan itu tidak mengagetkan, sebab perbedaan pendapatan merupakan fenomena yang mudah ditemui dimana-mana baik di desa-kota, Jawa-luar Jawa, maupun antarkelompok seperti terpelajar-kurang terpelajar dan sebagainya.

Untuk melihat seberapa parah ketidakmerataan tersebut, LSI mendalami melalui simulasi koin. Responden

diminta memperkirakan besaran pendapatan yang diperoleh setiap 20% (kuintil) kelompok masyarakat, mulai yang paling kaya, kaya, menengah, miskin, dan paling miskin.

Dalam perkiraan responden, 20 persen kelompok teratas yakni yang berpendapatan paling tinggi menguasai 38 persen total pendapatan di Indonesia. Jumlah itu hampir empat kali lipat pendapatan dua kelompok paling bawah (miskin dan paling miskin) yang hanya 19 persen.

Sementara itu, responden memperkirakan seperlima kelompok kedua (kaya) menguasai 25% pendapatan, sedangkan kelompok ketiga (menengah) menguasai 17,7% pendapatan.

"Khusus tentang jumlah pendapatan kelompok teratas, dugaan responden tidak akurat. Kenyataannya seperlima kelompok teratas menguasai 47,9 persen pendapatan, sedangkan dua kelompok terbawah hanya menguasai 17,3 persen. Artinya kesenjangan pendapatan di Indonesia lebih parah dari yang diduga masyarakat," terang Kuskridho.

Meskipun mayoritas responden menganggap timpang, masyarakat tidak lantas memimpikan suasana sama rata sama rasa. Mereka hanya ingin meredistribusi pendapatan, dimana kelompok termiskin mendapatkan proporsi yang lebih besar dari sekarang, sementara kelompok terkaya proporsinya diturunkan.

Populasi survei tersebut adalah seluruh warga negara Indonesia yang berumur 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan. Jumlah sampel 3.080 orang dengan margin of error sebesar +- 1,8 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara yang dilatih. Satu pewawancara bertugas untuk satu desa/kelurahan yang terdiri hanya 10 responden.

Quality control terhadap hasil wawancara dilakukan secara random sebesar 20 persen dari total sampel oleh supervisor dengan kembali mendatangi responden terpilih (spot check). Dalam quality control tersebut tidak ditemukan kesalahan berarti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement