Selasa 17 Jun 2014 18:55 WIB

Demo Tolak Apartemen, Warga Karangwuni Jadi Tersangka

Rep: Nur Aini/ Red: Asep K Nur Zaman
Sebuah aksi unjuk rasa/ilustrasi (Republika/Yasin Habibi)
Sebuah aksi unjuk rasa/ilustrasi (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Aksi warga menolak pembangunan apartemen berbuntut penangkapan oleh polisi. Kepolisian Resort (Polres) Sleman, DI Yogyakarta, menetapkan satu tersangka yang berasal dari warga Karangwuni, Caturtunggal, Depok.

Warga Karangwuni berinisial RAS (30 tahun), yang terlibat demo pada Jumat pekan lalu, ditetapkan tersangka karena dinilai merusak alat promosi Apartemen Uttara di Jalan Kaliurang KM 5,5 Depok. Pemeriksaan RAS dilakukan kepolisian pada Selasa (17/6) setelah dilaporkan pengelola Apartemen Uttara pasca demonstrasi.

Kepala Polres Sleman, AKBP Ihsan Amin, mengatakan, laporan ditindaklanjuti setelah apartemen mengklaim telah memiliki izin pembangunan, mulai Izin Pemanfaatan Tanah (IPT) hingga Izin Mendirikan Bangunan (IMB). "Awalnya kasus ini memang unjuk rasa tetapi berlanjut ke perusakan banner," ujar Ihsan, didampingi Kasatreskrim Polres Sleman AKP Alaal Prasetyo. 

Kerugian akibat perusakan alat promosi tersebut ditaksir mencapai Rp 100 juta. Tersangka dijerat dengan pasal 170 KUHP subsider pasal 406 KUHP tentang perusakan. Pelanggaran atas aturan tersebut diancam hukuman penjara maksimal 5 tahun 6 bulan. 

Polisi masih mengembangkan penyidikan untuk mendalami kemungkinan adanya tersangka lain. Alaal mengungkapkan, ada lima orang yang akan diperiksa. "Berdasarkan bukti, kami masih tetapkan satu tersangka tetapi kami terus dalami kasus ini," ujarnya sembari menambahkan polisi telah menyita barang bukti berupa banner dan pecahan gipsum. 

Wakil Sekretaris Gerakan Warga Karangwuni, Teti Budi, mengungkapkan pencabutan banner dan umbul-umbul dilakukan pengunjuk rasa karena dinilai meresahkan warga. Dia mengklaim pihaknya sudah melaporkan keberadaan alat promosi Apartemen Uttara kepada Satuan Polisi Pamong Praja Sleman.

Namun, Teti menyesalkan, penindakan dari Satpol PP terlambat. "Kami tidak ada niat merusak," ujarnya. 

Dalam demonstrasi yang digelar pekan lalu, Teti mengungkapkan warga ingin meminta bukti dokumen izin yang telah dikantongi pengembang Apartemen Uttara. Apartemen tersebut mengklaim memiliki dokumen izin gangguan (HO) untuk pemasaran. Namun, warga menilai tidak pernah dimintai persetujuan sebagai syarat pembuatan HO.

Warga menuding izin yang dikantongi pengembang tidak melalui prosedur. Berita acara sosialisasi yang menjadi syarat pembuatan Izin Pemanfaatan Tanah (IPT) tidak sesuai dengan kehendak warga. "Kami menolak pembangunan tetapi dalam berita acara ditulis menerima," ungkap Teti. 

Ditemui sebelumnya, Bupati Sleman Sri Purnomo mengungkapkan penolakan pembangunan Apartemen Uttara hanya dilakukan sebagian kecil warga. Dia menegaskan, Pemerintah Kabupaten Sleman tidak bisa menghentikan kegiatan pemasaran Apartemen Uttara jika pengembang bisa memenuhi persyaratan.

"Kalau sudah memenuhi persyaratan, kami tidak bisa menghentikan," ujarnya. 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement