Sabtu 07 Jun 2014 06:00 WIB

Wara Wiri Seputar Capres Kita

Asma Nadia
Foto: Republika/Daan
Asma Nadia

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh:  Asma Nadia

Awalnya bisik-bisik. Suara-suara silih berganti. Saya yakin bukan cuma saya yang tersapa, tetapi semua. "Sebelumnya saya pendukung fanatik. Tetapi ketika daerah yang diurus saja belum beres, dia sudah meninggalkan amanah yang diberikan pemilihnya, saya kecewa. Kesannya kami cuma dijadikan batu loncatan!"

"Saya justru merasa beliau siap mengemban tugas lebih besar untuk negara."

"Kalau dia yang memimpin, takutnya preman makin merajalela!"

"Wah, justru jika dia yang jadi presiden, kita akan dihormati dunia dan tidak diremehkan. Bangsa akan punya harga diri. Tidak jadi boneka bangsa asing. Indonesia butuh pemimpin tegas dan berwibawa!"

"Saya suka soalnya dia orangnya merakyat!"

"Kenapa ya, kalau dia melakukan kunjungan ke sana kemari kok kayaknya hanya pencitraan!"

"Cuma dia yang benar-benar membela TKI dengan tindakan nyata, terbukti dan bukan sekedar basi-basi!"

"Lho, tapi calon saya yang mendukung mobil nasional!"

"Jangan lupa, dia sudah berhasil membuat lembaga yang dipegangnya menjadi lembaga yang dihormati dunia!"

"Dia membuktikan menjadi pemimpin yang mendapat banyak penghargaan internasional!"

"Apakah hukum jadi panglima kalau dia yang terpilih. Takutnya nanti dia hanya melindungi koalisinya?"

"Saya merasa dia justru tidak pandai bekerja sama dengan partai lain, sehingga tidak banyak yang mau berkoalisi!"

"Di keluarganya ada yang bukan Muslim, apakah bisa mewakili aspirasi umat Islam?"

"Justru dengan keluarga plural ia bisa membuat umat Islam dan yang lain hidup damai dan berdampingan!"

"Keluarganya mempunyai reputasi orang sukses, baik sebagai ilmuwan, pebisnis atau militer!"

"Kalau calon saya justru contoh pemimpin yang berasal dari bawah!"

"Ada ide yang pernah diterapkan di daerah yang dipimpinnya, yang

diadaptasi jadi program nasional, lho!"

"Ide capres saya malah banyak mengadaptasi dan diadaptasi dunia

internasional!"

"Saya suka capresnya, tapi kurang cocok dengan wapresnya!"

"Saya malah lebih suka wapresnya, tapi kurang cocok dengan capresnya!"

Semakin berlalu waktu, suara itu tak lagi bisik-bisik. Semua urun bicara. Ya, kalimat-kalimat di atas adalah sederetan pendapat yang berseliweran di sekitar kita, seputar capres yang akan maju dalam pemilihan presiden nanti.

Yang menarik, rangkaian kalimat tersebut bukan muncul dari politisi, lembaga survey atau lembaga lain yang mempunyai reputasi tinggi. Celotehan di atas justru saya dapatkan dari obrolan dengan supir taksi, pembantu rumah tangga, remaja yang baru punya hak pilih, pekerja sederhana dan kelompok masyarakat yang sepintas tidak memiliki latar pendidikan tinggi.

Jujur ketika berbincang dengan mereka saya mendapat banyak jawaban yang mencengangkan. Ternyata merekaberpikir sangat kritis dan cerdas menilai dua calon yang ada.

Awalnya sempat terselip kekhawatiran, bahwa rakyat kecil hanya akan menjadi obyek dalam pemilihan presiden mendatang.

Awalnya saya takut mereka hanya menjadi korban janji-janji palsu dan slogan kosong, atau penerima 'sogokan' dari oknum yang memiliki kepentingan tertentu, yang hanya bersifat sementara.

Akan tetapi kini saya optimis.Menyaksikan berbagai lapisan masyarakat termasuk yang sering dianggap kalangan bawah, ternyata cukup melek politik.

Mereka tahu siapa yang harus dipilih.Mereka tidak buta. Bahkan masyarakat kecil pun bisa melihat secara jelas dan kasat mata sepak terjang kedua kandidat,sebab nyaris setiap saat para calon presiden hadir di pemberitaan atau diskusi-diskusi kecil di tengah masyarakat.

Setidaknya saat ini saya yakin, siapapun yang terpilih nanti merupakan pilihan rakyat, hasil dari pemikiran dan pertimbangan mendalam, bukan sekadar asal-asalan.

Lalu bagaimana dengan kalangan terpelajar yang memutuskan menjadi GOLMAL alias golongan malas, dalam memilih?  Supir taksi yang saya ajak diskusi, yang sepanjang perjalanan melontarkan pendapat-pendapat cerdas, mendadak kelu, ketika pertanyaan terakhir saya lontarkan. Termenung, sebelum menjawab,

"Kalau kami yang orang bawah dan bodoh ini saja tetap memilih, semoga mereka yang wong pintar tak menyerahkan nasib bangsa, pada kalangan pemilih asal-asalan, atau yang suaranya bisa dibeli. Toh yang tidak memilih pun akan menanggung akibat dari pilihan orang lain."

Sangat benar.

Semoga semua memilih. Semoga Indonesia nanti dipimpin seseorang yang akan membuat bangsa ini menjadi bangsa besar yang maju dan bermartabat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement