Jumat 09 May 2014 08:00 WIB

Habibie dan Erbakan

Deden Mauli Darajat
Foto: dokpri
Deden Mauli Darajat

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Deden Mauli Darajat

(Alumnus Universitas Ankara Turki/Dosen Komunikasi UIN Jakarta)

Judul ini terinspirasi dari buku Habibie dan Ainun. Namun tulisan ini bukan berbicara tentang hal itu. Tulisan ini bericara tentang dua kepala negara yang bersahabat sejak lama. Sebab berbicara tentang hubungan Indonesia dan Turki dalam konteks kekinian tidak bisa melewatkan aktor sejarah kedua pemimpin kedua negara tersebut yaitu Prof. Dr. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie dan Prof. Dr. Necmettin Erbakan.

 

Kedua tokoh ini memiliki kesamaan, yaitu sama-sama memimpin negaranya masing-masing dalam waktu singkat. Sama-sama pernah mengenyam pendidikan di Aachen, Jerman, serta sama-sama berprofesi sebagai ilmuwan yang handal.

Suatu ketika di tahun 2011 saat menjadi mahasiswa di Ankara, saya diminta oleh kantor Atase Pertahanan RI dan KBRI Ankara untuk mendampingi dan membantu Presiden RI ketiga itu selama berada di Ankara. Habibie yang berusia lebih dari 70 tahun lebih itu masih terlihat bersemangat. Meskipun demikian, ia selalu bercerita tentang Ainun, istrinya yang setia mendampinginya baru saja meninggal.

Ketika Duta Besar RI mengundang Eyang Habibie (panggilan Habibie) ke wisma KBRI untuk berbincang bersama masyarakat Indonesia, ia bercerita tentang hubungannya dengan Erbakan, Perdana Menteri Republik Turki tahun 1996-1997. Momentum yang paling mendekatkan antara Habibie dan Erbakan adalah  ketika Habibie diminta menjadi saksi pernikahan putra Erbakan. Saat pertemuan di wisma KBRI itu hadir pula putra Erbakan bersama istrinya.

Sepulang dari Aachen Jerman, Habibie menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi pada masa Presiden Soeharto selama 20 tahun, hingga akhirnya ia dipercaya menjadi wakil presiden pada 1997. Setelah reformasi bergulir pada 1998, Habibie diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia ketiga dari tahun 1998 sampai 1999.

Sementara itu sepulang dari Aachen, Jerman, Erbakan selain menjadi akademisi ia juga terpilih terpilih menjadi anggota parlemen Turki mewakili Konya pada tahun 1969. Ia menjadi Perdana Menteri Republik Turki pada tahun 1996 sampai 1997. Kesempatan yang singkat itu disebabkan pihak militer Turki menekan Erbakan untuk mundur karena melanggar konstitusi Turki yakni melanggar pemisahan agama dan negara.

Erbakan mendirikan organisasi Milli Gorus yang menganut ideologi politik Islam. Ia memberi penguatan pada nilai-nilai Islam dan menekan pengaruh negatif dari dunia barat serta mendukung lebih dekat negara-negara Muslim. Ideologi yang diusung Erbakan menyebabkan konflik yang sangat mendasar pada kaum elite di Turki yang memiliki ideologi sekulerisme yang memisahkan agama dan negara.

Dengan ideologi Milli Gorus, Erbakan mendirikan dan memimpin beberapa partai politik Islam terkemuka di Turki dari tahun 1960-an hingga tahun 2010-an, yaitu Partai Nasional Order (MNP), Partai Keselamatan Nasional (MSP), Partai Kesejahteraan (RP), Partai Kebajikan (FP), dan Partai Kebahagiaan (SP).

Partai Kebajikan (FP) didirikan pada tanggal 20 Juli 2001.Kemudian partai ini dilarang oleh Mahkamah Konstitusi. Sementara itu sayap reformis partai ini membentuk Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP). Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Turki Abdullah Gul merupakan murid dan menjadi kepercayaan Erbakan saat menjadi Perdana menteri Turki.

Erbakan saat menjabat sebagai Perdana Menteri Turki berkomunikasi dengan Habibie untuk meningkatkan kapasitas negara-negara Muslim. Ia berpendapat negara-negara Muslim harus bersatu dan bergerak menjadi negara-negara yang kuat. Saat itulah kedua tokoh sepakat untuk mendirikan organisasi bernama Developing 8 tau D-8, yaitu sebuah organisasi untuk kerjasama pembangunan bidang ekonomi antara negara-negara: Bangladesh, Mesir, Indonesia, Iran, Malaysia, Nigeria, Pakistan dan Turki.

Pembentukan D-8 itu diumumkan secara resmi melalui Deklarasi Istanbul yang dihadiri oleh Kepala Negara/Pemerintah negara-negara Muslim pada tanggal 15 Juni 1997. Tujuan Organisasi Kerjasama Ekonomi D-8 adalah untuk meningkatkan posisi negara-negara anggota dalam ekonomi global, diversifikasi dan menciptakan peluang konsultasi baru dalam hubungan perdagangan, meningkatkan partisipasi di tingkat pengambilan keputusan internasional, dan meningkatkan standar hidup.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement