Selasa 08 Apr 2014 21:00 WIB

Popularitas Dakochan di Negara Boneka

Abdullah Sammy
Abdullah Sammy

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Abdullah Sammy/wartawan Republika

Twitter: Sammy_Republika 

Berkat kesuksesan propaganda Teddy Bear, boneka jadi mendunia. Bahkan, di lingkungan kultural yang menganggapnya haram, boneka mulai diterima. Seperti di Timur Tengah, boneka tak lagi dipandang sebagai media berhala. Pun halnya di Indonesia. 

Selain Teddy Bear, boneka bernama Dakochan sempat mewabah di nusantara pada era 1960 hingga 1970. Ketenaran Dakochan pun tak terlepas dari propaganda politik dan bisnis. Tapi, aktornya bukanlah Amerika dengan Rooseveltnya, melainkan Jepang. 

Media Jepang saat itu memopulerkan ke seluruh penjuru Asia tren fashion wanita yang memasang boneka Dakochan di lengan mereka. Begitu boneka hitam dipakai di lengan, banyak media Jepang memotretnya untuk halaman surat kabar. 

Pencitraan ini membentuk tren yang luas di Asia, bahkan popularitasnya hingga ke Indonesia. Maka, tak heran jika kemudian Pak Kasur menciptakan sebuah lagu cilik berjudul “Dakocan”. 

Kulihat ada boneka baru

Amat aneh dan lucu

Dakocan namanya, bukan Sarinah

Sayang, sayang … mahal harganya

Dakocan namanya, bukan Sarinah

Sayang, sayang mahal harganya

(Penggalan lirik lagu “Dakochan” yang dipopulerkan Enno Lerian)

Saking mewabahnya, boneka mengalami perluasan makna. Dalam bahasa Indonesia, boneka tak lagi sebatas kata yang digunakan sebagai definisi mainan berbentuk tiruan makhluk atau benda. 

Boneka pun mendapat porsi lebih besar di Kamus Besar Bahasa Indonesia. Boneka jadi punya makna lain yang berarti orang yang hanya jadi mainan orang lain atau orang yang dikendalikan orang lain. 

Jika boneka disematkan setelah kata negara (negara boneka), itu berarti negara yang dikendalikan atau dimainkan oleh negara lain. Makna boneka yang dikaitkan dengan orang dan negara kini jauh lebih populer digunakan di negara ini. Terutama, terkait perpolitikan nasional dewasa ini. Banyak yang melekatkan kata boneka setelah kata calon presiden menjelang Pemilu 2014 menjadi capres boneka. 

Banyak kritikus yang mengatakan, “Negara ini boneka asing.” Ini sebagai kritik dari banyaknya aset negara yang dikuasai asing. Indonesia boleh menjadi wujudnya. Tapi, yang memainkan sumber daya alamnya adalah negara lain. Itu dasar penyebutan negara boneka.

Saya sempat tertawa melihat iklan kampanye salah satu partai yang pernah berkuasa. Di iklan itu, tampak petinggi partai mengkritik bagaimana negara ini sudah dikuasai asing. 

Padahal, saat partai itu berkuasa, merekalah yang menjual aset-aset negara. Bagi saya, iklan itu sangat lucu. Bisa jadi iklan itu sebagai propaganda untuk penghapusan dosa. 

Seperti propaganda Amerika dengan boneka Teddy Bearnya pada era Perang Dunia. Ataupun, propaganda Jepang dengan Dakochan demi melupakan 3,5 tahun penjajahan kepada Indonesia. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement