Selasa 18 Feb 2014 06:00 WIB

Kekayaan Alam di Tengah Kelumpuhan Ummat (1)

Ahmad Syafii Maarif
Foto: Republika/Daan
Ahmad Syafii Maarif

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Ahmad Syafii Maarif

Berkat internet, kita akan dengan sangat mudah memperoleh informasi tentang banyak hal dari berbagai penjuru bumi. Dalam “Newsletter Online”, Vol. 08, No. 46 (10 Des, 2013) organisasi Jamiatul Ulama (Afrika Selatan), terdapat artikel tanpa menyebut nama penulisnya di bawah judul “Muslim World in Crisis” (Dunia Islam dalam Krisis). Organisasi ini berdiri pada 1923, bergerak di bidang pendidikan, da’wah, dan sosial dengan motto: “Mengabdi kepada Allah dengan melayani makhlukNya.” Lebih dari sekali saya baca artikel ini karena dirasa penting, sekalipun bukan tanpa komentar di sana-sini. Dengan dilengkapi angka-angka statistik tentang dunia Islam yang kaya raya di bawah penguasa yang zalim, di tengah kebodohan dan kelumpuhan umatnya, artikel ini patut disimak.

Karena perasaan tertekan diterpa krisis demi krisis, penulisnya seakan-akan sudah pasrah lalu mohon ampun kepada Allah atas segala dosa dan pelanggaran batas yang dilakukan umat Islam yang sedang sengsara dengan mengutip dua ayat Alquran berikut ini di akhir tulisan, yang artinya: “Ya Rabb kami! Ampuni dosa dan perbuatan kami yang telah melampaui batas dalam urusan kami; dan kokohkan kaki-kaki kami dan tolonglah kami dalam menghadapi kaum yang tak beriman” (Âli ‘Imrân: 147).

“Ya Rabb kami! Janganlah Engkau jadikan kami percobaan bagi orang-orang yang tidak beriman, dan ampuni kami, ya Rabb! Sesungguhnya Engkau Maha Perkasa, Maha Bijaksana” (al- Mumtahanah: 5).

Do’a semacam ini adalah pengaduan dan jeritan yang teramat dalam kepada Allah karena suasana ketertindasan dan beban berat yang harus dipikul umat Islam sedunia. Mereka sengsara di tengah kekayaan alam yang melimpah dan posisi yang strategis, tetapi mengapa begini jadinya? Apa yang salah dengan umat Islam, sehingga menjadi kelinci percobaan (fitnah) bagi kalangan non-Muslim? Tetapi bagi saya, berdo’a dan merintih tidak cukup, kita harus berbuat sesuatu yang nyata dengan penuh nyali dan keberanian. Kata Iqbal: “Bergerak tapi berdosa lebih baik dari pada diam berpahala.”

Mari kita amati suasana dunia Islam dan angka-angka statistik yang dikutip dalam artikel  Jamiatul Ulama di atas berdasarkan sumber-sumber yang layak dipercaya. Menurut artikel itu, sejak permulaan perang di Afghanistan sampai akhir tahun 2013, umat Islam yang terbunuh dalam berbagai konflik dan perang sudah melampaui angka lima juta. Baik perang karena melawan tentara asing mau pun karena bertempur sesama mereka. Sekitar 70% pengungsi di muka bumi sekarang ini adalah Muslim. Mereka hidup dalam serba penderitaan dan penyakit, tetapi berapa lama lagi mereka harus sengsara demikian?

Jumlah seluruh umat Islam sekarang ada 1.62 miliar, lebih dari 23 persen dari seluruh penduduk bumi. Satu dari enam penduduk bumi adalah Muslim. Jumlah orang tidak kurang. Yang defisit justru kualitas. Akibatnya, kita dijadikan percobaan oleh pihak lain, karena mereka menguasai ilmu dan teknologi, di tengah dunia Islam yang sedang lumpuh, karena kebodohan dan konflik internal. Kita pun bangga jadi konsumen setia produk pihak lain.

Dalam perspektif kekayaan alam sebagai karunia Allah, angka-angka ini sungguh mengejutkan. 70 persen cadangan minyak bumi, total 550 miliar barel tersimpan di negeri-negeri Muslim. 49 persen cadangan gas alam, total 2532 triliun kubik feet, terdapat di negeri-negeri mayoritas Muslim. 21 persen produksi uranium dunia, total 6,421 ton per tahun, berasal dari negeri Muslim. Belum lagi letak geo-politik dunia Islam yang strategis yang semakin menambah kucuran karunia Allah itu, tetapi belum berdaya memanfaatkannya, karena kita bukanlah tuan di negeri sendiri. Si pandir lebih suka menonton kafilah lalu, tanpa tergerak untuk mengubah nasib sebagai sikap si pemberani. Daya pekanya tumpul, karena terlalu lama hidup dalam kebanggaan semu.

Kemudian, fakta lain menunjukkan bahwa tidak kurang dari 300 juta umat Islam, atau lebih seperlima dari jumlah keseluruhan, merupakan kelompok minoritas di berbagai negara, seperti di India, Cina, Rusia, Eropa, Amerika, dan banyak yang lain. Mereka ini menghadapi berbagai rintangan dan tantangan yang tidak serupa dengan saudara mereka yang mayoritas yang juga sarat dengan masalah-masalah lain seperti yang akan dibicarakan selanjutnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement