Jumat 14 Feb 2014 11:35 WIB

Iran Bakal Akui Negara Israel?

Elba Damhuri
Foto: Republika/Yogo Ardhi
Elba Damhuri

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Elba Damhuri (Kepala Newsroom Republika)

TEHERAN -- Iran sekarang benar-benar berbeda dengan Iran pada masa Presiden Mahmud Ahmadinejad. Pengganti Ahmadinejad, Hassan Rouhani meninggalkan gaya lama pendahulunya yang cenderung keras dan frontal terutama berkaitan dengan Amerika Serikat (AS), Eropa, dan Israel.

Rouhani memilih soft diplomacy dalam membangun kerja sama saling percaya dan seimbang dengan negara-negara "sahabat". Satu isu hangat yang sempat memanaskan politik dalam negeri Iran adalah adanya sinyal kuat Pemerintahan Presiden Rouhani bakal mengakui Israel sebagai negara.

Hingga saat ini, Iran --seperti Indonesia dan kebanyakan negara-negara mayoritas Muslim lainnya-- masih tidak mengakui keberadaan Israel. Namun, New York Times memberikan sejumlah indikasi kemungkinan perubahan sikap kabinet Rouhani atas Negeri Zionis itu.

Indikasi pertama, pada September 2013 tim media sosial Rouhani mengucapkan selamat hari Rosh Hashana kepada umat Yahudi di seluruh dunia. Rosh Hoshana merupakan hari raya agung, merayakan pergantian tahun.

Di sini, umat Yahudi memperingati hari penciptaan alam semesta dan sekaligus hari kiamat. Perayaan dilakukan selama dua hari yang biasanya jatuh pada September atau Oktober. Intinya, Rosh Hoshana termasuk salah satu hari besar Yahudi.

"Kita dapat melihat jelas bahwa Presiden Rouhani sedang mencoba mengambil jarak dengan kebijakan penyangkalan Holocaust Ahmadinejad," kata Farshad Ghorbanpour, analis politik yang dekat dengan Pemerintah Iran.

Terkait Holocaust, Rouhani tampak jelas jarang menyebut nama Israel dan menghindari setiap pembicaraan tentang Holocaust. Ahmadinejad menolak keras kisah pembantaian enam juta Yahudi oleh Hitler Jerman yang kemudian disebut Holocaust itu.

Indikasi ketiga, baru saja Presiden Rouhani memberikan sumbangan uang 400 ribu dolar AS kepada sebuah rumah sakit milik Yahudi di Teheran. Uang itu langsung dibawa saudara laki-laki Rouhani, sebagai bentuk persatuan semua etnis dan agama di Iran.

Yang menimbulkan kontroversi sengit adalah pernyataan Menlu Iran Muhammad Javad Zarif pada Konferensi Keamanan Muenchen di Jerman, akhir pekan lalu. Dalam satu sesi wawancara, Zarif dilaporkan telah mengatakan bahwa Iran bisa mempertimbangkan untuk mengakui Israel sebagai negara suatu hari nanti.

"Setelah masalah Israel dengan Palestina selesai, itu merupakan keadaan yang memungkinkan pengakuan atas negara Israel bisa diterima," kata Zarif seperti dikutip televisi Jerman, Phoenix.

Pada sesi lain konferensi tersebut, Zarif mengatakan, Holocaust merupakan kejadian yang tragis dan mengerikan. Menurut dia, Holocaust tidak seharusnya terjadi lagi.

Memang, Zarif menyangkal komen-komen yang ditujukan kepadanya selama wawancara itu. Dia menegaskan, kata-katanya telah didistorsi. Tetapi, Zarif tidak menyangkal komentarnya tentang Holocaust.

Di Iran, ada sekitar 9.000 warga Yahudi tinggal. Mereka hidup damai dan bebas melaksanakan ibadah dan perayaan hari besarnya.

Meir Javedanfar, analis politik di Israel, mengatakan pernyataan dan sikap Rouhani maupun Zarif tergolong jarang dalam beberapa tahun terakhir ini.

"Mereka (Iran) mungkin akan mengakui atau tidak mengakui Israel," kata Meir. "Tapi, upaya ini benar-benar sebuah langkah luar biasa."

Pengamat lain menganggap, terlalu dini menyebut Iran akan mengakui negara Israel hanya dengan melihat tanda-tanda di atas. Perundingan nuklir dan pengayaan uranium menjadi ujian nyata atas masa depan Iran dan Israel.

Iran telah mendobrak tradisi lama dengan bersedia berdialog dengan AS terkait isu nuklir dan pengayaan uranium. Rouhani pun sudah berbicara dengan Presiden Barack Obama. Proses ini seperti mengehar bayangan sendiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement