Rabu 12 Feb 2014 16:49 WIB

PR Besar M Lutfi

Elba Damhuri
Foto: Republika/Daan
Elba Damhuri

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Elba Damhuri (Kepala Newsroom Republika)

Wajah Bambang Widjojanto, wakil ketua KPK, dingin-dingin saja ketika berbicara tentang tata niaga beras impor. Sambil mengerutkan keningnya, Bambang mengakui memang ada masalah besar terkait tata niaga beras, termasuk beras untuk rakyat miskin (raskin) dan pupuk bersubsidi.

KPK sudah lama mengendus ketidakberesan tata niaga ini, bahkan jauh sebelum muncul isu impor beras medium ilegal dari Vietnam. KPK, kata Bambang, sudah melakukan kajian mendalam atas masalah ini dan menemukan adanya ketidakberesan tata niaga.

Apakah itu mengarah korupsi, Bambang menegaskan, masih mendalami. Sejauh ini, KPK melihat belum ada indikasi korupsi terutama pada kasus impor beras ilegal Vietnam.

Karut-marut sejumlah tata niaga, termasuk beras impor, tampaknya menjadi salah satu pekerjaan rumah (PR) berat menteri perdagangan yang baru, Muhammad Lutfi. Ini persoalan kronis yang terus terjadi dan berbagai upaya perbaikan yang sudah dilakukan pun terlihat tak berdampak banyak.

Terbukti, pada dua pekan belakangan ini, kita dikejutkan laporan pedagang beras di Pasar Induk Cipinang tentang adanya beras-beras ilegal Vietnam yang datang ke mereka. Kehadiran beras ilegal ini jelas melanggar hukum dan merugikan petani lokal.

Dua kementerian yang bertanggung jawab terhadap urusan perberasan akhirnya saling tuding. Departemen Pertanian menegaskan, tidak boleh ada impor beras medium. Kementerian Perdagangan menyatakan, impor beras ada dan resmi, khususnya untuk beras premium.

Nah, beras Vietnam yang masuk itu, menurut Kementerian Perdagangan, berjenis premium. Ini berbeda dengan pengakuan para pedagang beras di Cipinang dan pihak Kementerian Pertanian yang menemukan indikasi, beras tersebut berjenis medium.

PR besar kedua, terkait tren terus meroketnya harga-harga barang kebutuhan pokok yang hampir merata di seluruh Indonesia. Sejak akhir 2013 hingga pekan kedua Februari 2014 ini, harga-harga kebutuhan masyarakat naik rata-rata 10-50 persen.

Kenaikan harga ini terlihat jelas dari inflasi Januari 2013 yang mencapai 1,05 persen. Angka inflasi ini jauh lebih tinggi dari Januari 2013 yang hanya 0,88 persen. Pada umumnya, inflasi awal tahun di bawah satu persen.

Bencana alam dan banjir yang terjadi belakangan ini menjadi salah satu sebab kenaikan harga tersebut. Distribusi barang terganggu karena jalan-jalan tertutup banjir dan rusak.

Hingga saat ini, fenomena tersebut masih terjadi dan diperkirakan inflasi Februari masih tinggi. Harapan terjadi deflasi pada awal tahun tampaknya agak susah.

PR besar lainnya, Mendag baru dihadapkan masalah klasik yang kerap bikin ketegangan lokal: pasar modern. Memang, UU Perdagangan yang baru disahkan telah mengatur pasar modern dan pasar rakyat.

Masalah jarak dan zonasi pasar modern harus diselesaikan dengan tepat. Sejumlah daerah secara ekstrem melarang sama sekali pasar modern masuk.

Sebaliknya, di banyak daerah, pemerintah lokal dengan mudahnya membiarkan swalayan-swalayan modern berkembang. Bahkan, posisi mereka saling berhadapan dan kerap kali berada di dekat pasar tradisional.

Untuk hipermarket, kita menghadapi persoalan serius terkait letak. Mendag baru harus tegas atas aturan main pasar modern ini sehingga tidak berdampak pada matinya pasar-pasar rakyat dan pedagang kecil.

PR besar keempat, terkait dengan masih banjirnya buah-buahan dan sayuran impor di pasar-pasar lokal. Harga yang murah menyebabkan tidak bersaingnya produk lokal.

Ada tren, impor sayur seperti bawang dan buah-buahan mengalami kenaikan. Produk-produk impor ini tidak hanya memasuki pasar-pasar tradisional, tetapi juga pasar-pasar modern.

Yang tidak kalah serius, persoalan defisit perdagangan akibat timpangnya angka ekspor dan impor. Sepanjang 2013, defisit perdagangan mencapai 4,06 miliar dolar AS.

Memang, pada Desember 2013 neraca perdagangan surplus 1,52 miliar dolar AS. Namun, kenaikan itu tidak mampu menolong tingginya angka defisit tahunan.

Kenaikan ekspor menjadi program penting menteri perdagangan untuk mempersempit jarak neraca perdagangan. Ini bukan program ringan, mengingat pemerintah telah melarang ekspor mineral mentah mulai tahun ini.

Selama ini, komoditas seperti batubara, timah, dan nikel menyumbang angka ekspor cukup tinggi. Kalaupun produsen mineral boleh ekspor, mereka dikenakan biaya tinggi

Pro kontra UU Perdagangan pun menjadi tantangan M Lutfi. Satu pihak menganggap UU ini pro liberal dan terlalu membela kepentingan WTO dengan perdagangan bebasnya.

Namun, pemerintah menilai, UU ini memberi penekanan terhadap kepentingan produsen dalam negeri. Di lain pihak, pemerintah merasa UU Perdagangan merupakan jawaban atas tantangan perdagangan global yang semakin meningkat dan makin tak kenal batas negara.

Persoalan-persoalan di atas hanya segelintir masalah serius yang selama ini dihadapi Kementerian Perdagangan. Ini seperti bahaya laten yang terus mengintai karena tidak pernah tuntas diselesaikan.

Kita berharap kehadiran mantan duta besar Indonesia untuk Jepang itu bisa menyelesaikan masalah ini satu per satu. Selamat bekerja!

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement