Senin 04 Nov 2013 18:41 WIB

Presiden SBY: Negeri Kita Banyak Pikiran

Rep: Esthi Maharani/ Red: Nidia Zuraya
Presiden SBY
Foto: biographypeople.info -
Presiden SBY

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengkritisi sikap-sikap yang lebih mengedepankan cara emosional dibandingkan rasional untuk memecahkan persoalan dan tantangan bangsa. Menurutnya, salah satu penyebabnya tak lain jelang pemilu. Banyak pihak yang mengatasnamakan rakyat tetapi solusi yang ditawarkan tidak rasional.

“Saya harus katakan, kadang-kadang di negeri kita terlalu banyak pikiran dan cara-cara emosional. Kurang subur terkadang pikiran dan tindakan rasional. Kita sekarang ini sedang persiapan pemilu,” katanya saat silaturahim dengan Kadin di Istana Bogor, Senin (4/11).

Menurut Presiden SBY, semua pihak harus sadar, Indonesia harus terus membangun dan jangan terpengaruh pada situasi politik yang sedang memanas. Ekonomi, lanjutnya, harus tetap bergerak. Jangan sampai segala sesuatunya untuk kepentingan politik ataupun kepentingan pemilihan presiden.

Presiden khawatir, kebijakan ekonomi yang seharusnya rasional menjadi terbenam demi kepentingan politik atau sesuatu yang emosional. Apalagi jika kebijakan yang diambil ternyata dianggap tidak pro rakyat padahal justru kebijakan tersebut rasional. Akibatnya, lanjut presiden, orang yang berpikir jernih untuk masa depan Indonesia justru tidak mendapat tempat karena kebijakan yang dianggap tidak pro rakyat.

“Bisa jadi, untuk kepentingan politik, kepentingan pilpres, yang diceritakan sesuatu yang emosional, kurang rasional. Sehingga orang yang berpikir jernah tidak dapat tempat, takut dianggap tidak pro rakyat, tidak nasional, dan sebagainya,” katanya.

Menurutnya, kecurigaan masyarakat bahwa kebijakan yang diambil tidak pro rakyat atau tidak pro Indonesia, justru bisa mencelakakan negara di masa depan. Karena ada tekanan untuk mengambil kebijakan yang barangkali tidak tepat tetapi terpengaruhi situasi politik. “Pada saat pemilu selesai, kita keliru kita. Karena hanya untuk meramaikan kampanye biar dianggap mereka yang paling mencintai negerinya, yang lain tidak. Sehingga solusi pikirannya barangkali keliru. Rakyat tak sempat katakan keliru, tapi sejarah mencatat,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement