Selasa 25 Jun 2013 09:40 WIB

Kisah Imigran Afghanistan, dari Dipukuli Hingga Menyogok Petugas Imigrasi

An imigrant from Afghanistan waves his hand from a window in a shelter in Tanjung Priok Jakarta, recently. (illustration)
Foto: Antara/M Agung Rajasa
An imigrant from Afghanistan waves his hand from a window in a shelter in Tanjung Priok Jakarta, recently. (illustration)

REPUBLIKA.CO.ID,  Arif B baru  berusia 15 tahun saat meninggalkan Afghanistan pada 2011 lalu. Dia meminjam uang 7.000 dolar AS untuk membayar penyelundup agar bisa pergi ke Jakarta.

Kisah Arif terdapat dalam laporan lembaga pengamat Hak Asasi Manusia (HAM) Human Right Watch dalam laporan yang bertajuk 'Barely Surviving: Detention, Abuse and Neglect Migrant Children in Indonesia' pada 23 Januari 2013.

Dari Jakarta, dia pergi ke Banjarmasin, sebuah Kota di Kalimantan Selatan. Dia berangkat dengan perahu dari imigran gelap lainnya untuk pergi ke tujuan akhir, Australia. 

Penyeberangan dari Banjarmasin ke wilayah terdekat Australia berjarak hingga 700 mil. Seringkali, perjalanan ini berbahaya dan fatal. Kapal itu harus mengarungi samudera tanpa dilengkapi perlengkapan navigasi, makanan, bahkan bahan bakar.

Hari ketujuh dari limabelas hari waktu perjalanan, kapal yang ditumpangi Arif limbung. Sebuah kapal kargo kemudian membawa para penumpang - termasuk Arif - pergi ke kantor polisi. 

Petugas Imigrasi kemudian menahan para penumpang lebih dari semalam di fasilitas tahanan yang tak formal di Samarinda. Mereka kemudian dibawa ke Immigration Detention Center (IDC) Balikpapan yang jaraknya 60 mil. 

Arif tetap di IDC Balikpapan hingga 50 hari. Dia harus bergabung bersama dengan orang dewasa selama 22 jam dalam setiap hari. Dia mengaku sempat dipukuli petugas saat  mencoba kabur pada hari pertama di Balikpapan. 

"Hari itu saya dipukuli sangat kasar. Ada delapan atau sembilan orang memukuli saya. Kebanyakan penjaga dan ada seorang dari luar. Mereka menyakiti bahu saya, telinga, punggung. Saya dipukuli bersama imigran lain yang tertangkap,"ujarnya. 

Saat dipukuli, Arif mengaku ada satu keluarga berasal dari Iran, bersama dengan seorang bocah berusia tujuh tahun, yang juga menonton. 

Setelah limapuluh hari di Balikpapan, Arif dibawa ke IDC Kalideres, Jakarta. Salah satu IDC terbesar dari 12 IDC di seluruh nusantara. 

Hanya, Arif rupanya tak kehilangan akal. Dia menyuap seorang petugas imigrasi dengan uang 400 dolar AS untuk lepas dari tahanan. Mimpinya untuk ke Australia masih tetap ada. Dia pun memutuskan untuk kembali berlayar pada Desember 2011. 

Sekali lagi, kapalnya karam. Kali ini kapal Arif tak semujur tahun lalu. Arif mengungkapkan, terdapat ratusan orang penumpang tewas sementara dia hampir tenggelam.

Arif menghabiskan waktu delapan jam di kapal itu sebelum karam. Pascatenggelam, dia harus mengapung bersama kapal yang bakal tenggelam selama tiga malam tanpa air dan makanan. "Kami tetap berenang sementara perahu semakin tenggelam,"ujarnya.

Arif akhirnya diselamatkan dan dibawa kembali ke Jakarta. Kini, diusianya yang ke-17, dia tinggal di Lembaga Swadaya Pemerintah (LSM) dekat Jakarta yang khusus menangani anak-anak migran.  

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement