Rabu 13 Feb 2013 07:00 WIB

Pra Pemilu, Musimnya Kutu Loncat

Atribut kampanye dan bendera partai politik (ilustrasi)
Foto: ANTARA/ROSA PANGGABEAN
Atribut kampanye dan bendera partai politik (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Ternyata kutu loncat tidak hanya ada di kasur. Di partai politik pun juga ada yang namanya kutu loncat. Mereka ini, yang sering juga disebut politisi oprtunis, hanya menjadikan politik sebagai ajang untuk memperoleh kekuasaan, uang dan berbagai fasilitas yang didapatkan oleh para politisi yang kebagian kursi.

Bukan hanya satu dua orang yang loncat dari satu partai ke paratai lainnya. Sebut saja misalnya, Akbar Faisal yang meninggalkan Hanura untuk bergabung dengan Nasdem. Atau Maiyasyak Johan yang meninggalkan PPP, kemudian pindah ke Nasdem, kemudian pindah lagi ke Golkar.

Hanya saja, para politisi itu tidak mau jika disebut sebagai kutu loncat. Biasanya mereka beralasan klise, ideologi sudah tidak sejalan atau visinya sudah berubah haluan.  Padahal sebenarnya, tidak ada yang berubah dengan partainya. Yang berubah adalah oknum-oknumnya.

Sayangnya, partai politik pun sepertinya tidak keberatan dihinggapi oleh politisi kutu loncat ini. Karena kalau ada politisi baru yang masuk, maka partai tersebut seperti mendapatkan suntikan darah baru. Itu yang mereka pikirkan. Partai-partai itu tidak menganggap bahwa sebenarnya mereka telah direndahkan oleh para politisi kutu loncat itu.

Seandainya partai politik menyadari hal tersebut, sudah seharusnya partai memperbaiki pola rekrutmen untuk memilih kader yang loyal. Kalau ternyata kader-kader partai hanya berpikir oportunis, berpikir uang dan kekuasaan, maka sama saja kita menyerahkan negara ini untuk dikelola ‘pembunuh bayaran”.

Sudah saatnya kita hidup bersih, termasuk dari pengaruh kutu-kutu loncat itu yang akan semakin menjamur. Pertanyaannya, sudah siapkah parpol kita?

 

Budi Mulyono

Wirausaha

Gubeng Kertajaya gang XI-B no 12, Surabaya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement