Jumat 28 Dec 2012 15:00 WIB

Mengapa Berkerudung?

Gadis-gadis Muslimah berjilbab, anggun dan salehah. (ilustrasi)
Foto: wordpress.com
Gadis-gadis Muslimah berjilbab, anggun dan salehah. (ilustrasi)

 

Kerudung kini bukan lagi menjadi barang langka. Dulu, para muslimah yang mengenakan kerudung hanyalah mereka yang dikategorikan "ekstrem" oleh orang awam. Namun kini, sebagian besar perempuan Islam, tua ataupun muda, tinggal di desa ataupun kota, yang suka ke masjid ataupun yang ke bioskop, yang menjaga pandangan hingga yang masih berpacaran, sudah tak asing dengan kerudung. Tentu dengan gaya berkerudung yang bervariasi pula, dari yang sangat menutup hingga yang ala kadarnya.

Melihat fenomena tersebut, perubahan pemakaian kerudung ini bisa menjadi kabar baik sekaligus kabar buruk. Kabar baiknya yaitu kerudung sudah dapat dikenal dan digandrungi berbagai kalangan. Tidak lagi dipandang ekstrem dan tidak lagi menjadi hal aneh yang digunakan. Namun, kabar buruknya adalah bisa muncul kekhawatiran adanya pergeseran makna kerudung itu sendiri. Apakah berkerudung karena ingin menjalankan perintah Allah atau hanya mengikuti tren saja.

Dalam psikologi, istilah yang sering digunakan untuk menjelaskan fenomena ikut-ikutan atau mengikuti norma sosial yang berlaku disebut konformitas. Robert Baron, salah satu penulis buku Social Psychology, menjelaskan konformitas sebagai salah satu jenis social influence, di mana individu mengubah sikap dan tingkah lakunya agar sesuai dengan norma sosial yang berlaku. Norma sosial yang dimaksud adalah apa dan/atau bagaimana yang sebaiknya kita lakukan.

Ketika sebagian perempuan berkerudung trendi, didukung para aktris/idola yang juga berkerudung trendi, pun tidak ada lagi larangan berkerudung dalam bentuk apapun. Ditambah model kerudung yang kini bervariatif sehingga perempuan berkerudung pun akan dianggap trendi dan modis dengan kerudungnya. Maka, mengenakan kerudung trendi saat ini bisa jadi norma sosial yang diakui oleh sebagian orang, lantas diikutilah norma tersebut.

Berbeda kisahnya ketika berkerudung bukan menjadi norma sosial yang diakui. Dalam buku Revolusi Kerudung: Kasus pelarangan kerudung di SMA negeri se-Jabotabek, 1982-1991 yang ditulis oleh Alwi Alatas dan Fifrida Desliyanti, diungkapkan mengenai perjuangan berkerudung di rezim Orde Baru.

Pada saat itu, pengenaan kerudung dilarang dan diawasi ketat. Pengguna kerudung mendapat banyak hambatan dalam berbagai hal. Misalnya, kegiatan belajar di sekolah, melamar pekerjaan, kelulusan ujian, dan sebagainya. Hal ini dilakukan karena pemerintah kala itu cukup represif dengan kehadiran kerudung. Pemerintah mengkhawatirkan kerudung ini sebagai wujud gerakan politik yang berseberangan dengan pemerintah dan menimbulkan gerakan yang merugikan negara. Maka, dapat kita hitung dengan jari berapa banyak perempuan dengan kerudungnya di sebuah institusi pendidikan ataupun institusi lainnya.

Berkerudung sejatinya adalah sebuah kewajiban seorang muslimah, perempuan yang beragama Islam. Sesuai dengan firman Allah QS. An-Nuur ayat 31, “.....Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita......”

Satu alasan itu saja cukup bagi perempuan yang mengaku beriman untuk berkerudung. Apalagi bila mengacu pada dasar negara Indonesia, Pancasila poin pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” dan UUD 1945 pasal 29 terkait kebebasan beragama, pun dapat menjadi landasan yang cukup kuat untuk membuat para muslimah "bebas" mengenakan kerudungnya.

Jadi, ada alasan yang lebih kuat untuk kita berkerudung, dibanding alasan melakukan konformitas semata. Berkerudung sebagai sebuah kewajiban bukan hanya sekadar melampirkan kain di atas kepala.

Berkerudung yang diajarkan Islam adalah tidak memperlihatkan aurat bukan hanya menutup aurat namun tetap menerawang, dan sesuai ketentuan yaitu menjulur menutup dada. Kerudung adalah identitas seorang wanita muslim, perhiasan yang tak ternilai, dan bisa menjadi pengendali perilaku muslimah agar sesuai dengan aturan yang Islam ajarkan.

Muslimah terdahulu istiqomah dan tanpa lelah memperjuangkan penggunaan kerudung, meski berbagai hambatan menghadang sehingga kini kita mendapat "kebebasan berkerudung". Dengan kebebasan yang kita peroleh sekarang, semoga kita semakin termotivasi untuk berkerudung dengan baik serta istiqomah dalam menjalankan perintah-Nya.

Fatin Wahidah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement