Sabtu 15 Dec 2012 07:00 WIB

Tolong Demo Jangan Sabotase

Aksi demo di DPR mengakibatkan kemacetan panjang.
Foto: Tahta Adila/rep
Aksi demo di DPR mengakibatkan kemacetan panjang.

REPUBLIKA.CO.ID,Ribuan perangkat desa sejak pagi pada Jumat  (14/11) berkumpul di depan gedung DPR RI, Senayan, Jakarta. Mereka berunjuk rasa untuk menyampaikan aspirasi supaya perangkat desa bisa diangkat menjadi pegawai negeri sipil. Sebuah tuntutan yang sejatinya sangat mulia dan bermanfaat untuk menaikkan tingkat kesejahteraan para perangkat desa.

Mulanya, demonstrasi ini berlangsung tertib meski sejak pagi sudah terlihat menimbulkan kepadatan arus lalu lintas. Makin siang, situasinya makin kurang tertib. Kemacetan yang ditimbulkan oleh kumpulan massa dan barisan bus yang mereka gunakan pun menjadi bertambah parah. Lewat jejaring sosial, info soal kemacetan ini pun menyebar ke mana-mana.

Kemacetan bertambah parah saat mereka nekat memblokir jalan tol di depan Gedung DPR. Banyak pengguna jalan tol yang terjebak kemacetan dan terganggu aktivitasnya. Kemacetan ini pun memberi dampak kemacetan bagi ruas jalan yang lain. Sebagai upaya untuk mencari perhatian dan memberikan tekanan, aksi pemblokiran ini memang bisa berdampak lebih efektif. Setidaknya, lewat kemacetan yang mengular, masyarakat menjadi memperbincangkan demonstrasi para perangkat desa ini.

Namun, jika dikaitkan dengan kepentingan publik yang lebih luas, demonstrasi yang menutup akses jalan umum ataupun jalan tol ini membawa banyak kerugian. Aktivitas masyarakat yang semestinya berjalan normal, tiba-tiba menjadi terhambat karena arus lalu lintas macet total. Aksi seperti ini biasanya bukan mengundang simpati, melainkan melahirkan caci maki.

Demonstrasi atau unjuk rasa adalah salah satu ikhtiar yang bisa ditempuh untuk menyampaikan aspirasi. Banyak cara yang bisa dilakukan dalam demonstrasi untuk menarik perhatian warga. Demonstrasi yang menutup akses layanan publik, bisa digolongkan sebagai sabotase. Jika ingin menarik perhatian dan menimbulkan rasa simpati, sabotase seperti ini bukanlah cara yang tepat untuk ditempuh.

Bukan baru kali ini demo menutup jalan tol terjadi. Beberapa waktu lalu juga terjadi hal serupa saat ribuan buruh di Cikarang, Bekasi, menggelar aksi. Mereka memblokir jalan tol dan menyebabkan kemacetan berkepanjangan di jalur Tol Cikampek. Tak hanya merugikan warga, citra terhadap aksi tersebut pun menjadi negatif.

Kita sungguh tidak menghendaki adanya penutupan-penutupan terhadap akses layanan publik seperti jalan raya ini. Pengunjuk rasa sangat berhak untuk menyampaikan aspirasinya secara terbuka. Namun, masyarakat juga berhak untuk menikmati layanan publik secara baik. Jangan sampai proses atau cara menyampaikan aspirasi yang dilakukan para pengunjuk rasa ini kemudian merampas hak publik untuk menikmati layanan terbaik.

Tanpa ada sabotase saja, lalu lintas Jakarta sudah menghadapi problem kemacetan yang cukup berat. Masalahnya menjadi bertambah serius jika kemacetan yang reguler ini kemudian diperparah oleh pemblokiran-pemblokiran akses jalan. Karena itulah, perlu kiranya para pemangku kepentingan untuk tidak menjadikan sabotase sebagai bagian dari cara yang dipilih untuk menyampaikan aspirasi.

Kesiapsiagaan aparat keamanan menjadi unsur yang sangat penting untuk menghindari terjadinya aksi unjuk rasa yang bisa mengorbankan kepentingan publik. Mereka bisa segera bertindak tegas jika mulai terlihat ada tanda-tanda yang mengarah pada penutupan akses layanan publik.

Para penggerak unjuk rasa juga harus menyadari bahwa aspirasi yang disampaikan dengan cara merugikan kepentingan umum juga tidak akan menimbulkan perasaan simpati. Cara seperti ini justru melahirkan sumpah serapah. Karena itulah, pihak-pihak yang dituntut dalam demonstrasi juga harus membuka diri untuk berdialog dengan para pengunjuk rasa. Dengan demikian, para pengunjuk rasa tidak perlu menempuh cara-cara 'merugikan' untuk bisa diperhatikan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement