REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Direktur Utama PT Prima Jaya Informatika, Tony Djayalaksana, menyatakan pihaknya siap melakukan negosiasi dengan PT Telkomsel berdasarkan prinsip yang saling menguntungkan.
"Kami sama sekali tidak memiliki niat untuk mempailitkan perusahaan sehat seperti PT Telkomsel," kata Tony Djayalaksana pada rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi I DPR RI, di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa (9/10).
RDPU tersebut dipimpin bersama oleh Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Ramadahan Pohan dan Agus Gumiwang Kartasasmita, serta dihadiri sejumlah anggotanya.
Menurut Tony, PT Prima Jaya Informatika (PJI) siap melakukan negosiasi dengan PT Telkomsel guna menyikapi persoalan di antara kedua belah pihak yang terikat oleh kontrak kerja. "Sepanjang negosiasi tersebut untuk mencari jalan keluar yang saling menguntungkan, kami siap berdamai," katanya.
Pada kesempatan tersebut, Tony juga membantah bahwa pihaknya melakukan kompromi dengan pihak lain seperti kurator untuk mempailitkan PT Telkomsel.
Menurut dia, PJI melakukan gugatan pailit ke Pengadilan Niaga Jakarta karena ada landasan hukumnya serta untuk mempercepat penyelesaian persoalan dengan PT Telkomsel yang melakukan pembatalan kerjasama secara sepihak.
Tony menjelaskan, PJI mengajukan gugatan pemailitan terhadap PT Telkomsel dengan alasan kuat untuk menyatakan badan usaha milik negara (BUMN) tersebut melakukan wanprestasi.
Sepekan sebelumnya, pada RDPU antara Komisi I DPR RI dan direksi PT Telkomsel, direksi PT Telkomsel menyatakan mereka tidak memiliki utang kepada PJI dan menilai keputusan Pengadilan Niaga Jakarta tidak adil.
Direksi PT Telkomsel justru menilai PJI tidak melakukan pembayaran atas pesanan (PO) barang pulsa isi ulang dan kartu perdana pada periode Mei-Juni 2012.
Menurut Tony, PJI tidak melakukan pembayaran pada dua bulan tersebut karena PT Telkomsel telah melakukan ingkar janji lebih dahulu.
Ia bercerita, pada awal Mei 2012, ada rapat antara direksi PT Telkomsel yang lama dan direksi PT PJI yang keputusannya, PT Telkomsel berjanji untuk memberikan voucher denominasi Rp 25.000 dan Rp 50.000 hanya untuk PJI saja, hingga Desember 2012. "Voucher denominasi Rp 25.000 dan Rp 50.000 tersebut banyaknya sekitar 120 juta unit," katanya.
Namun ketika PJI hendak melakukan pembayaran atas PO pada Mei 2012, menurut dia, PT Telkomsel ingkar janji yakni bukannya menyebarkan voucher khusus Telkomsel Prima tapi malah menyebarkan voucher Telkomsel biasa. "Ini yang membuat kami tidak mau membayar PO," katanya.
Tony menyatakan, hasil kesepakatan terakhir itu memang tidak dimasukkan dalam revisi kontrak kerja antara PT Telkomsel dan PJI, tapi hal itu tidak jadi masalah dalam konteks perjanjian kedua belah pihak.
"Kalau kami tak membayar PO dianggap masalah, kenapa kami tak diberikan surat peringatan Mekanisme seperti itu ada di kontrak. Artinya sebenarnya tak ada masalah dengan pembayaran kami," kata dia.
Tony menengarai, direksi PT Telkomsel yang baru mendapat masukan yang tidak benar dari pihak-pihak yang tidak menyukai kerja sama antara PT Telomsel dengan PJI.
Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, Komisi I menerima seluruh pernyataan direksi PJI sebagai masukan dan data untuk analisa lebih lanjut. "Kami sudah terlebih dahulu bertemu direksi PT Telkomsel, kami akan kumpulkan semua data ini sebelum mengambil sikap," kata Agus Gumiwang.
Anggota Komisi I DPR RI, Roy Suryo menambahkan, RDPU antara Komisi I DPR RI dan direksi PJI ini bukan untuk melihat posisi hukumnya tapi untuk melihat konstruksi pengelolaan operasional telepon seluler secara nasional.