Selasa 28 Aug 2012 02:00 WIB

Ijazah Kemenangan

Asma Nadia
Foto: Republika/Daan
Asma Nadia

REPUBLIKA.CO.ID,Oleh Asma Nadia

Beberapa hari menjelang Idul Fitri, kami merekrut seorang lulusan SMA untuk bergabung dalam usaha yang setahun terakhir ini kami jalani. Sebelumnya, saya mengenalnya sebagai aktivis rumah baca asmanadia (57 perpustakaan gratis bagi dhuafa di Tanah Air) yang berdedikasi.

Ada catatan menarik tentang pemuda ini. Ia pernah dihadapkan pada satu keputusan sulit.

Memilih antara kuliah gratis di perguruan tinggi, atau mengikuti seleksi Akademi Militer dengan kemungkinan masuk atau tidak masuk, tetapi harus melepas peluang beasiswa dari perguruan tinggi ternama, yang tinggal ditandatanganinya. Anak muda ini mengambil opsi yang kedua.

Kehidupan keluarganya sangat sederhana.

Kepala keluarga mereka sehari-hari bekerja sebagai tukang ojek. Kenyataan hidup yang selama ini telah menjadi motivasi tersendiri untuk gigih mengejar impian. Karena itu, cita-cita menjadi penerbang atau kadet di Akademi Militer, sejak kecil dengan setia digenggamnya. Demi impian itu pula, pemuda ini selalu berusaha menjaga nilai akademis dan kebugaran fisik.

Sekalipun tanpa memiliki banyak fasilitas belajar, prestasinya di sekolah selalu baik, bahkan terakhir meraih hasil UAN SMA dengan rata-rata hampir sembilan. Dengan prestasi akademis yang bagus dan kondisi fisik prima karena selalu berolahraga, bisa dimengerti jika ia akhirnya mengorbankan beasiswa dan memilih mengejar impian di Akademi Militer.

Setelah melewati seleksi lokal, ia memasuki seleksi nasional, bahkan sempat mengikuti tes di markas Kopassus Cijantung. Sayang, setelah beberapa kali lolos seleksi, impiannya kandas, ia dinyatakan tidak lulus. Tetapi, bayangan kadet yang gagah dalam seragamnya terus terbayang.

Mimpi yang tertanam sejak kecil terlalu dalam untuk patah seketika. Diam-diam anak muda ini bertekad untuk mencoba peruntungan di tahun berikut, tanpa merasa perlu melirik kampus lain. Kami akhirnya berjumpa, ketika ia mencoba mencari kerja sambil menyiapkan diri mengikuti seleksi Akademi Militer tahun depan. Yang mengesankan, dalam penglihatan saya, ia menjelma pribadi berbeda dengan pemuda yang pernah saya kenal sebelumnya.

Jika dulu ia tampil sebagai pemuda cerdas, aktif, dan berdedikasi, kini sosok yang sama muncul, namun dengan sikap yang matang dan penuh kepribadian. Duduknya tegap, cara bicaranya lugas, sikapnya tegas, dan sangat disiplin. Setiap hari di kantor kami, ia datang paling pagi dan terlihat siap menjalankan pekerjaan apa pun.

Saya tidak tahu apakah ia menyadari perubahannya. Betapa kini ia terlihat jauh lebih dewasa.

Satu hal, saya yakin proses selama beberapa bulan tes masuk Akademi Militer, telah memberi kontribusi besar bagi perubahan fisik dan mentalnya.

Training militer yang diikutinya meninggalkan jejak dalam keseharian, meski hampir setahun berlalu dan kenyataannya ia bahkan tidak lulus. Tapi ketegasan, sisa kesungguhan dan kedisiplinan melekat kuat dan tak lantas hilang.

Seperti pemuda ini, sebenarnya dari tahun ke tahun setiap pribadi Muslim pun ditempa sebuah training dahsyat ketika Ramadhan-- bulan latihan-- datang. Dalam bahasa sederhana saya, Ramadhan ialah bulan terjadinya proses seseorang untuk menjadi.

Sebagai sebuah bulan yang sarat berbagai bentuk latihan, seharusnya ia meninggalkan jejak kuat sekalipun telah berlalu. Sikap, perilaku, perkataan, dan ibadah yang terjaga selama Ramadhan semestinya menjadi kebiasaan. Jika seiring berjalannya waktu terjadi krisis dalam keimanan, Ramadhan berikutnya adalah saat tepat untuk `menikmati' lagi proses latihan itu.

Latihan dan latihan yang tidak akan pernah berhenti bagi setiap kadet Ramadhan. Latihan demi latihan untuk menyempurnakan diri.

Di dunia militer selain latihan keras beberapa bulan, terdapat latihan mingguan, juga harian. Para atlet papan atas, tidak berhenti melatih diri agar stamina fisik dan mental terus terjaga, meski tak ada pertandingan di depan mata.  Hal yang sama berlaku bagi setiap Muslim.

Selain puasa Ramadhan yang memang menjadi kewajiban, kita juga mengenal puasa dan ibadah-ibadah sunah.  Tak terasa, sepekan sudah Ramadhan karim meninggalkan kita, dan terus menjauh. Bagai - manakah kabar para kadetnya?

Saatnya merenung, sungguh. Seberapa sukses training Ramadhan, berapa lama jejak iman, dan berbagai amal kebaikan akan bertahan?

Sanggupkah kita mempertahankan ijazah keme- nangan, jika sempat diraih? Memang waktu yang akan menjawab dan memberi bukti. Tetapi jika boleh berharap, ketika waktu yang setiap detiknya begitu

sumber : resonansi
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement