Rabu 01 Aug 2012 23:17 WIB

'Waspadai UU Antikorupsi untuk Jatuhkan Lawan Politik'

Mural anti korupsi
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Mural anti korupsi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Semua pihak untuk mewaspadai penggunaan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai alat untuk menjatuhkan lawan politik. "Tidak semua yang dikenai UU itu melakukan tindak kriminal," ujar pakar hukum dan juga pengacar, Maqdir Ismail di Jakarta, Rabu (1/8), menanggapi begitu mudahnya orang-orang tertentu atau penguasa menggunakan UU tersebut.

Dalam Pasal 1 dan 2 UU itu, lanjut dia, tidak dijelaskan adanya kesengajaan. Peraturan perundang-undangan yang dimaksud itu adalah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Di dalam UU No.31/1999 Pasal 1 Ayat (1) disebutkan korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. Kemudian, di dalam Ayat (2) Huruf a disebutkan pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Kepegawaian; Huruf b. pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam KUHP; c. orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah.

Berikutnya, Huruf d disebutkan orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah; atau e. orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.

Pasal 1 Ayat (3) disebutkan setiap orang adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi.Dengan demikian, kata dia, swasta bisa kena karena bisa menyalahgunakan kesempatan. Begitu juga, pegawai bisa kena karena menyalahgunakan wewenang. Jika dibiarkan terus berlanjut, menurut Maqdir, akan semakin banyak anak bangsa yang tak bersalah dikenai UU tersebut oleh lawan politiknya.

Maqdir memberi contoh kasus Mantan Direktur Utama PLN, Eddie Widiono, yang dikenai UU tersebut karena niat baik menyetujui usul anak buahnya untuk melakukan penggunaan IT dalam pembayaran rekening listrik. "Dia diduga korupsi, tetapi korupsi itu sendiri tidak bisa dibuktikan," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement