Selasa 12 Jun 2012 18:21 WIB

(Harusnya) Ini Investasi, Bukan Sulap

Penipu, ilustrasi
Penipu, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,oleh: Stevy Maradona

Kalau saja Bung Hatta masih hidup, saya rasa mantan wa kil presiden pertama dan pencetus ide ekonomi koperasi di Indonesia itu bakal menangis melihat nasib koperasi di Tanah Air. Pertama, koperasi masih jadi anak tiri di negeri sendiri. Tergilas oleh menjamurnya ritel asing maupun lokal dengan sistem dagang yang murni kapitalis dan melupakan kesejahteraan anggota.

Kedua, koperasi sekarang jadi nama manjur untuk penipuan. Contoh yang kedua ini tidak usah jauh-jauh, kasus Koperasi Langit Biru (KLB) yang sudah bikin heboh sekitar Jabodetabek dalam enam bulan terakhir. Berbekal nama ‘koperasi’ itu, Jaya Komara yang akrab disapa Pak Ustaz oleh nasabah koperasinya berhasil menghimpun dana ratusan miliar rupiah. Ia tebar janji, duit nasabah (baca: investor) bakal beranak pinak belasan persen dalam bilangan bulan dan tahun.

Bagaimana caranya? Jaya Komara mengatakan lewat bisnis arisan daging. Awalnya, anggota koperasi yang menyetor duit akan mendapat pengembalian investasi berupa daging. Tapi, karena daging sapi tak lagi cukup untuk dipotong-potong, Jaya menjanjikan duit yang akan ia tebar. Mendengar janji duit bakal ditebar, ribuan orang pun antre menjadi di depan loket kantor KLB, ingin setor duit segera.

Dan, seperti biasa pengembalian investasi dalam satu sampai tiga bulan ada yang lebih, tapi tak sampai satu tahun, berjalan lancar. Anggota koperasi puas karena return of investment( roi) duit mereka ditepati oleh Jaya. Tapi, setelah itu mulai macet malah akhirnya menunggak berbulan-bulan.

Hingga kini, ribuan nasabah panik karena tak jelas uang mereka di mana disimpan. Nasabah gelisah, stres, bahkan ada yang masuk rumah sakit jiwa. Sementara Jaya Komara? Jejaknya pun entah ke mana. Polisi bilang Jaya masih di dalam negeri, tapi tampaknya cukup sulit untuk dibekuk. Tidak seperti mencokok terduga teroris.

Rasanya sedih campur kesal melihat kasus ini terjadi berkali-kali. Ya, saya tulis ulang dengan huruf be sar: BERKALI-KALI. Masih ingat kasus sejenis di Jawa Barat sekitar sembilan tahun lalu, PT Kurnia Subur Alam Raya alias Qisar? Dengan skema investasi yang sama, Ramli Araby sukses meraup dana Rp 480 miliar.

Investornya bukan kelas gurem, ada politikus, pengusaha, akademisi, dan lain-lain. Tak cuma dari Jawa Barat, tapi sampai di Sulawesi Selatan, sukses ia jerat. Oleh Pengadilan Negeri Cibadak Suka bumi, Ramly divonis delapan tahun penjara.

Yang lebih modern dan berada di luar negeri, terjadi dua tahun lalu. Coba cek nama Bernard ‘Bernie’ Madoff di internet. Anda akan temukan modus ‘investasi’ serupa dengan KLB maupun Qisar. Yang sedikit berbeda adalah Madoff benar-benar menanamkan uangnya di pasar modal. Tapi, karena laju imbal hasil investasinya (memang) lebih lamban daripada laju duit investor yang mengalir, otomatis, sampai di satu titik matematis, investasi Madoff itu pun jebol.

Ia tak lagi punya duit untuk membayar imbal hasil bulanan ke setiap investornya. Dan, yang mengerikan, investor si Madoff ini bukan investor kacangan. Nama-nama mereka, seperti HSBC, BNP Paribas, Nomura, AXA, Royal Bank of Scotland, For tis, Swiss Life Holding, UBS, dan lain-lain.

Dalam beberapa kesempatan, saya sempat mendapat tawaran investasi macam ini. Mulai dari tawaran KLB yang mampir ke telepon seluler saya tahun lalu, koperasi kecap di Bandung, investasi emas, dan investasi lainnya. Setiap mendapat tawaran itu, menurut saya, sudahlah.

Naluri manusia memang selalu ingin mencari untung maksimal dengan modal dengkul. Tapi, tolong, jangan tinggalkan logika Anda di laci meja bila berhadapan dengan investasi. Setiap investasi apa pun selalu punya hitungan risiko dan keuntungan.

Di dunia saham, misalnya, makin besar peluang untung Anda, makin tinggi risiko perdagangan saham Anda. Jadi, ketika ada yang menawarkan peluang investasi dengan imbal hasil puluhan persen dalam waktu singkat, itu berarti sudah saatnya alarm Anda menyala dan teliti mendengar apa yang dia tawarkan.

Saya bukannya menafikan kalau memang ada peluang investasi seperti itu. Saya yakin ada, tapi logikanya harusnya sudah habis ditelan investor lain yang lebih pintar. Acap kali si pencari investor macam ini tampilannya memang necis, berkarisma, gaya bicaranya sangat meyakinkan. Proposal investasinya pun rapi.

Padahal bagi dia, Anda adalah ikan yang akan ia pancing dengan kail yang benangnya amat rapuh. Anda akan tergiur melihat umpan yang bergerakgerak. Tidak menyadari ada kail tajam di baliknya. Dan, setelah tertancap kail, barulah kita semua mengaduh. Oh… satu lagi. Polisi. Di mana polisi? Dalam kasus KLB, polisi sudah mengendus kasus ini sejak awal 2012. Tapi, kok penyelesaiannya malah molor seperti sekarang?

Stevy Maradona

[email protected]

sumber : sudut pandang
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement