Sabtu 10 Mar 2012 16:23 WIB

Mustofa Bisri: Koruptor ialah Orang Paling Melarat

Mustofa Bisri, ulama yang akrab dipanggil Gus Mus-
Foto: libforall.org
Mustofa Bisri, ulama yang akrab dipanggil Gus Mus-

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG - Budayawan K.H. Mustofa Bisri yang akrab disapa Gus Mus menyindir koruptor yang sebenarnya merupakan cerminan sosok orang yang paling melarat. Itu karena mereka selalu merasa kekurangan, meski telah memiliki banyak harta.

"Orang yang rumahnya bagus, ubinnya marmer, namun masih mengantre bantuan langsung tunai (BLT), itu menunjukkan dia miskin," katanya saat memberi tausyiah kegiatan bertajuk "Membangun Akhlakkul Kharimah" di Semarang, Sabtu (10/3).

Kegiatan tausyiah Pendidikan Budaya Karakter Bangsa (PBKP) itu diselenggarakan Sekolah Menengah Atas (SMA) Kesatrian 1 Semarang yang diikuti ratusan siswa dan orang tua siswa, sejalan dengan program pendidikan karakter. Menurut Gus Mus, orang yang masih merasa butuh menunjukkan rasa kekurangan, berbeda dengan orang yang selalu merasa cukup dengan apa yang dimilikinya, tidak kekurangan meski secara ekonomi termasuk tingkat bawah.

"Orang yang tidak punya apa-apa, namun juga tidak butuh apa-apa menurut saya itu termasuk kaya, dibanding mereka yang secara materi kaya, rumahnya banyak, punya 500 mobil, namun masih saja merasa kekurangan," katanya. Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibien Rembang itu menceritakan pernah bertemu dengan seorang petani yang hidupnya sederhana, kemudian menawarinya makan nasi putih hanya dengan lauk ikan asin dan sambal.

"Sehabis makan lalu 'glegekan' (bersendawa), disusul ucapan Alhamdulillah. Semua tadi menunjukkan betapa nikmatnya makan meski hanya dengan lauk seadanya, sebab petani itu selalu bersyukur dengan apa yang dimilikinya," katanya. Berbeda dengan orang kaya yang bisa membeli makanan dan lauk apa saja, kata dia, namun tidak bisa menikmati kelezatan makanan, karena memiliki penyakit yang membatasinya makan dan mengharuskannya mengonsumsi obat-obatan.

Karena itu, Gus Mus mengingatkan untuk tidak bersikap berlebihan dalam segala hal, seperti mencintai dunia secara berlebihan. Pun soal beribadah jangan  berlebihan, namun lakukan segala sesuatu secara wajar.

"Ada filosofi Jawa yang menyebut hidup sekadar mampir 'ngombe' (minum), esensinya sama juga yang diajarkan di Islam menyiratkan bahwa hidup di dunia hanya sementara. Jangan disikapi secara berlebihan," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement