Selasa 07 Feb 2012 16:21 WIB

Maaf, Saya Mengundurkan Diri dari Dakwah

Ilustrasi
Ilustrasi

 

“Akhi, bolehkah saya mengundurkan diri dari organisasi ini?”

Tulis seorang kawan di grup akun jejaring sosial Facebook. Membaca tulisan di atas, tentu saja penulis tidak kaget karena kawan tersebut sudah beberapa kali mengutarakan hal yang sama. Namun, ketika surat pengunduran diri bermaterai Rp.6000,- dihadapkan pada penulis, jelas sang kawan tersebut benar-benar serius mengundurkan diri dari Lembaga Dakwah Kampus (LDK).

Melihat pohon rindang dan kokoh, sekelas Trembesi maupun Mahoni, pasti daunnya akan berguguran juga. Pun demikian berlaku pada dunia dakwah.

Berguguran dalam perjalanan dakwah merupakan fenomena klasik dan umum. Hal yang berbahaya, namun kerap terulang seperti rol film. Oleh sebab itu, dibutuhkan pengamatan mendalam, objektif serta sistematik, guna mengetahui musabab dan efek sampingnya. Faktor-faktor yang melatarbelakanginya pun tak ketinggalan.

Manusia yang mencermati histori "pergerakan Islam", akan menemukan deretan nama yang sebagiannya telah mencapai tingkat tertinggi dalam medan aktivitas dan responsibilitas. Namun, hitungan hari kemudian bau keringatnya tak tercium, menghilang dari peredaran dakwah.

Di antara mereka ada yang meninggalkan dakwah dan Islam secara ‘totalitas’. Di antara mereka juga tak sedikit yang meninggalkan jamaah lalu mendirikan jamaah baru—entah apa dalihnya. Ada juga yang bergabung dengan jamaah lain, dan begitu seterusnya. Fenomena berguguran dari ranah dakwah semakin banyak dan beragam—kalau tidak bisa dikatakan aneh-aneh.

Insilakh phenomenon (fenomena melepaskan diri dari dakwah) dan tasaquth (berguguran dari jalan dakwah) menjadi faktor penunjang bagi tersebar dan meluasnya penyakit lain, yakni fenomena keragaman dalam amal Islami, dan pada gilirannya terjadi bentrokan antar sesama pegiat dakwah dalam kancah dakwah dan amaliyah.

Efek samping fenomena pengunduran diri dari ranah dakwah

Catatlah, bahwa fenomena berguguran ini kerap terjadi dan menimpa barisan paling depan. Orang-orang yang berupaya mendirikan pergerakan, serta para pendahulu, walau penerusnya juga tak terkecualikan. Dan ini terjadi di dalam jamaah manapun, apapun namanya. Lalu, apa efek samping fenomena pengunduran diri dari ranah dakwah?

Pertama, gejala sosial  ini menyebabkan terbengkalainya potensi umur dan "lalu lintas" di "jalan pergerakan", dalam menangani hal-hal yang sedikit sekali memberi maslahat.

Kedua, berpotensi tersebarnya berbagai rupa fitnah, keretakan, bisa pula kehancuran dalam lingkungan pergerakan. Sehingga, jangan tanya bila orang-orang awam dan baru mengenal dakwah akan "say goodbye".

Ketiga, menyebabkan terbongkarnya berbagai rahasia "perusahaan" yang seharusnya tidak terungkap. Hal ini bila saja bukan karena tekanan fitnah dan terpuruknya lidah serta telinga dalam genggaman musuh umat (setan yang tampak maupun tak tampak).

Keempat, lemahnya "pergerakan" dan terangsangnya musuh Islam untuk segera menyerang dan menghancurkan, cepat maupun lambat akan menyusul.

Terakhir, menyebabkan jauhnya manusia dari dinamika, rendahnya kepercayaan dan pelecehan pengundur diri, hingga perannya menjadi "mandul". Bahkan, kadang aktivitasnya menjadi terhenti secara total (kasarnya, nganggur).

Memang tak sedikit orang memandang gugurnya sang aktivis dakwah itu sebagai fenomena sehat yang harus terjadi. Dalihnya untuk memperbarui organ-organ lain yang "keseleo", membebaskan diri dari hal-hal yang menjadi batu sandungan "pergerakan", dan menjadi beban berat pelakunya. Maka, hasilnya tidaklah benar secara absolut. Tetapi, tak beda jauh dengan air bah yang menghanyutkan segala yang berharga, "setengah" harga dan yang tidak berharga secara bersamaan pula.

“Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya”. (Qs. Al Anfal:25).

Pribadi-pribadi yang tak terhenti dari kehidupan dakwah begitu banyak, kecuali usai memancangkan tonggak-tonggaknya yang menghujam dalam. Berapa  banyak pula yang hengkang dari dakwah lalu berbalik memusuhinya dan mencari sekutu sebanyak mungkin. Naudzubillah.

Akhir kalam, semoga saja pelaku pengunduran diri dari organisasi dakwah niatnya untuk kemaslahatan umat. Mengundurkan diri dari LDK, bukan mengundurkan diri dari aktivitas dakwah.

Wallahua’lam bil murodi.

Muhammad Sholich Mubarok

Syiar Humas Badaris BSI

Jakarta

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement