Senin 22 Aug 2011 20:10 WIB

100 Nelayan Indonesia Ditangkap Malaysia Selama 2010

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan, pada tahun 2010 diperkirakan lebih dari 100 nelayan Indonesia telah ditangkap oleh aparat Polisi Diraja Malaysia di kawasan perairan perbatasan kedua negara. "Kondisi ini sangat mengkhawatirkan dan akan terus mengancam nelayan tradisional yang ujung-ujungnya akan berimbas pada kelangsungan hidup keluarga nelayan bersangkutan," kata Koordinator Program Kiara, Abdul Halim, Senin.

Menurut Halim, berdasarkan pengalaman Kiara di tahun 2010 yang ikut serta dalam upaya pembebasan nelayan di Malaysia, ditemukan bahwa tidak ada perlindungan hukum terhadap nelayan. Karenanya, ia mempertanyakan mengapa sampai bantuan hukum terhadap nelayan tradisional datang secara terlambat sehingga ada dari nelayan yang meringkuk di dalam sel selama 5-6 bulan lamanya. "Pertanyaannya kemudian, bagaimana keluarga nelayan memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari," katanya.

Untuk itu, Kiara mendesak pemerintah agar dapat segera bergegas memastikan perlindungan hukum dan pembebasan terhadap nelayan tradisional. Apalagi, ujar dia, saat ini terdapat enam nelayan tradisional Indonesia yang ditangkap oleh aparat Agensi Penguatkuasa Maritim Malaysia (APMM) pada 7 Agustus 2011.

Ia memaparkan, laporan yang diterima sekretariat Kiara dari Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Sumatera Utara menyebutkan, terdapat enam orang nelayan tradisional yang digiring memasuki perairan Malaysia dan kemudian ditangkap oleh petugas APMM dengan kapal bernomor lambung 3140. Berdasarkan laporan tersebut, nama enam nelayan tradisional Indonesia yang ditangkap itu adalah Marhaban (49), M Syahrul (22), Charmaini (59), Sandri Hasan (24), Muhammad Rizal Darmawan (31), dan Ervan (19).

Sebagian besar nelayan tersebut, masih menurut laporan itu, adalah warga Kelurahan Sei Bilah, Kecamatan Sei Lepan, Langkat, kecuali Charmaini yang merupakan warga Kelurahan Brandan Timur, Kecamatan Babalan, Langkat.

Halim mengingatkan bahwa kedua pemerintahan telah mencapai kesepakatan dalam Pertemuan Komisi Bersama untuk Kerjasama Bilateral (JCBC) di Kinabalu, 6 September 2010, yang seharusnya dijadikan tolak ukur pemerintah dalam melakukan perlindungan terhadap nelayan tradisional di wilayah perbatasan.

"Jangan hanya bersepakat di meja perundingan, tetapi lupa menindaklanjutinya secara berkesinambungan sekembalinya ke Tanah Air," kata Koordinator Program Kiara. Menurut dia, para nelayan telah melaporkan kasus penangkapan itu kepada Bupati Langkat, DPRD Kabupaten Langkat, Dinas Kelautan dan Perikanan Langkat, serta Konjen Republik Indonesia di Penang, tetapi masih belum terdapat tindakan apapun.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement