Selasa 31 May 2011 08:49 WIB

Kurang Lobi, Pengesahan RUU MK Tertunda

Rep: Esthi Maharani/ Red: cr01
Gedung Mahkamah Konstitusi di Jakarta.
Foto: kpu.jabarprov.go.id
Gedung Mahkamah Konstitusi di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dalam rapat pembahasan tingkat I antara Badan Legislasi (Baleg) dan pemerintah, hampir seluruh fraksi meminta pengesahan perubahan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (UU MK) ditunda. Sebab, berdasarkan laporan Ketua Panitia Kerja, Ahmad Dimyati, ada enam poin yang belum disepakati antara DPR dan pemerintah.

Beberapa diantaranya terkait masa jabatan pimpinan MK. Selain itu, umur hakim konstitusi juga perlu dikaji ulang. “Umur 65 tahun perlu dikaji ulang. Disamakan saja dengan UU lama,” kata Ahmad Dimyati, Senin (30/5).

Selain itu, lanjut Dimyati, hal ini terkait pula dengan poin mengenai penanganan sengketa pemilukada. “Berdasarkan forum konstitusi, kita tidak mengatur pemilukada di MK. Kewenangan MK tidak di situ. Pemilukada akan diselesaikan di KPU atau atau di pengadilan khusus. Pengadilan itu nantinya tetap memiliki putusan yang tetap final dan mengikat," jelasnya.

Anggota Fraksi Golkar, Taufik Hidayat, meminta agar belum selesainya enam poin itu harus dibahas lebih lanjut. Terdapat hal-hal yang memerlukan detail yang lebih rinci. "Contohnya ada yang terkait dengan kedudukan UU MK dengan UU lain," kata Taufik.

Maka ia sepakat jika pengesahan UU MK ini lebih baik ditunda. Ia menyarankan pembahasan dapat dilakukan dalam waktu paling lama 10 hari. Tetapi, forum pembahasannya tetap di rapat kerja, dan bukan lagi di Panja. Selain itu, perlu juga mengintensifkan lobi antar fraksi agar UU ini lebih bisa cepat selesai.

Menanggapi hal ini, Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar setuju dengan usulan tersebut. "Pemerintah dan DPR perlu membicarakan beberapa bagian dan prinsip dasar secara lebih mendalam. Pendalaman itu bisa dilanjutkan di raker agar bisa tuntas,” katanya.

Sementara untuk batas waktu, ia lebih memilih membiarkannya mengalir hingga UU tersebut benar-benar disepakati kedua institusi. “Apalagi UU MK ini posisinya strategis, yang bukan saja lembaga pengujian UU tetapi lembaga peradilan demokrasi dan konsitusi,” ujar Patrialis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement