Rabu 23 Mar 2011 18:22 WIB

Pemerintah Segera Bahas Dampak Radiasi Nuklir Jepang

REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA--Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Dr Ahmad Nizar Shihab Sp.An mengatakan pemerintah akan segera menggelar rapat kabinet untuk membahas dampak radiasi nuklir pascagempa dan tsunami di Jepang. "Kalau dampak radiasi dari Reaktor Nuklir di Fushima, Jepang, itu terlalu jauh dan hingga kini belum ada pengaruhnya," kata wakil ketua dari komisi yang membidangi kesehatan, kependudukan, tenaga kerja, dan transmigrasi ini, kepada ANTARA di Surabaya, Rabu.

Di sela kunjungan kerja sembilan anggota Komisi IX DPR RI di kampus Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, politisi Partai Demokrat (PD) itu mengatakan pemerintah sendiri akan tetap memperhatikan dampak radiasi nuklir di Jepang itu. "Meski dampaknya masih terlalu jauh, tapi dalam beberapa hari ke depan akan ada sidang kabinet yang membahas soal tersebut. Saya dengar Preisden sudah merencanakan untuk memanggil Menteri Kesehatan dan Kepala BATAN (Badan Tenaga Atom Nasional) untuk membahas soal itu," katanya.

Menurut dia, pembahasan soal tersebut penting, karena seluruh dunia sudah membahas dampak dari musibah di Jepang yang bermula dari gempa dan tsunami yang kini mengarah kepada radiasi nuklir itu. "Dalam pandangan saya, radiasi nuklir di Jepang itu terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa nuklir itu berbahaya dan karenanya Indonesia tidak perlu membangun PLTN. Mestinya, PLTN itu didasarkan penelitian atau kajian yang mendalam, bukan sekedar bencana di Jepang," katanya.

Secara terpisah, peneliti bencana dari ITS Surabaya Dr Amien Widodo kepada ANTARA menegaskan bahwa PLTN di Indonesia memang sangat dibutuhkan karena energi fosil di Indonesia mulai menyusut, apalagi Indonesia sudah mempunyai ahli-ahli tentang nuklir itu. "Pertimbangannya hanya nonteknis yakni kita belum mampu membuat peralatan/instrumentasi terkait dengan PLTN, sebab saat trafo di Jakarta meledak, maka PLN menunggu alat atau instrumen dari Perancis sehingga terjadi pemadaman listrik bergilir. Bagaimana kalau PLTN ?," katanya.

Menurut ahli geologi dari ITS Surabaya itu, pertimbangan nonteknis untuk PLTN di Indonesia itu mengacu tiga penyebab kerusakan yakni faktor sabotase seperti bencana alam atau bom, faktor umur seperti perawatan atau manajemen, dan faktor 'human error' seperti korupsi.

"Korupsi itu bisa mulai saat penentuan anggaran, saat penentuan lokasi PLTN tanpa perhitungan teknis, saat pembebasan lahan, saat konstruksi yang di luar spesifikasi, saat perawatan atau monitoring dengan manipulasi anggaran perawatan/monitoring, hingga saat uji kir yang hasilnya dimanipulasi juga," katanya.

Ia menambahkan kajian PLTN di Indonesia secara teknis sebenarnya tidak bermasalah, namun kajian PLTN secara nonteknis harus menjadi pertimbangan yang mendasar supaya PLTN benar-benar bermanfaat untuk masyarakat dan bukan menjadi ajang bisnis yang menyengsarakan semuanya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement