Kamis 10 Mar 2011 12:29 WIB

JPU Ngotot Hadirkan Saksi via Teleconference, Pengacara Ba'asyri Menolak

Rep: Bilal Ramadhan/ Red: Djibril Muhammad
 amir Jamaah Anshorut Tauhid (JAT)Abu Bakar Baasyir
amir Jamaah Anshorut Tauhid (JAT)Abu Bakar Baasyir

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta kepada majelis hakim agar saksi diperiksa secara teleconference. Menurut JPU, hal itu diatur dalam UU Terorisme dan Undang Undang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.

"JPU kurang sependapat dengan pernyataan penasihat hukum. Pemeriksaan saksi secara teleconference diatur dalam pasal 34 ayat 1 dan 2 UU Terorisme dan pasal 9 UU Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)," kata koordinator JPU, Andi Muhammad Taufik, dalam sidang pembacaan putusan sela di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (10/3).

Ia juga berdalih jika sebanyak 15 dari 138 saksi yang menjadi daftar pemeriksaan saksi dalam sidang Abu Bakar Ba'asyir, yang meminta tidak dihadirkan dalam persidangan dengan alasan keamanan. Sehingga mereka meminta agar diperiksa secara teleconference. "Hal ini demi keamanan para saksi," kilahnya.

Pernyataan tersebut dibantah salah satu penasihat hukum Ustadz Abu Bakar Ba'asyir, Munarman. Menurutnya, para saksi yang akan dihadirkan berstatus sebagai tersangka. Sehingga pemeriksaan saksi secara teleconference dalam hal ini tidak dapat menggunakan UU LPSK.

Selain itu, dalam UU Terorisme juga tidak mengatur tentang pemeriksaan tersebut. Ia juga menekankan, JPU juga harus menjelaskan posisi saksi yang meminta diperiksa secara teleconference sebagai korban pidana atau whistle blower. "Para saksi itu kan tersangka, tidak bisa menggunakan UU LPSK," tegasnya.

JPU, lanjutnya, juga harus menjelaskan alasan secara logis ancaman apa terhadap para saksi. "Jika hanya keamanan, tidak mungkin. Di persidangan sedikitnya dijaga dua ribu personel kepolisian," tambahnya.

Akibat adanya pertentangan itu, Majelis Hakim yang diketuai Herry Suwantoro menskors sidang selama 1,5 jam untuk memusyawarahkannya. Hasilnya akan dimasukkan dalam penetapan putusan sela.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement