Rabu 17 Nov 2010 08:53 WIB

Presiden SBY Diminta Hentikan Penempatan TKI ke Arab Saudi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diminta menghentikan sementara penempatan TKI ke Saudi Arabia terkait munculnya kasus Sumiati dan ratusan kasus lainnya. Ketua Himpunan Pengusaha Jasa TKI (Himsataki) Yunus M Yamani yang sedang berada di Mekkah saat dihubungi, Selasa mengatakan dirinya menemukan banyak kasus TKI di Saudi, seperti di Riyadh, Madinah dan Makkah. "Terdapat 200 TKI bermasalah yang ditampung di Jeddah sebanyak 95 di Riyadh yang menanti kepulangan. Itu belum termasuk di penampungan (tahanan) imigrasi," kata Yunus yang juga berencana melanjutkan kunjungan ke Damam, Saudi.

Di samping Sumiati, saat ini juga terdapat TKI asal Jawa Barat, yakni Ai Suhartini binti Udin yang mengalami pendarahan di otak dan dirawat di Rumah sakit Ahmad Abanani, Riyadh. "Perwakilan Indonesia ingin memulangkan TKI tersebut tetapi meminta PJTKI (perusahaan jasa TKI) yang membiayainya," kata Yunus.

Permintaan itu, menurut Yunus, sangat aneh karena PJTKI sudah membayar premi asuransi tetapi tetap diminta pertangggungjawaban. "Kondisi ini menunjukkan peran konsorsium perusahaan asuransi TKI yang dibentuk Menakertrans tidak berfungsi," kata Yunus.

Dalam perjanjian dinyatakan konsorsium perusahaan asuransi menanggung semua permasalahan TKI sejak direkrut, selama bekerja hingga kembali ke desa asalnya. Pertanggungan itu tidak hanya ganti rugi dan perawatan kesehatan saja, tetapi juga perlindungan hukum. "Pada praktiknya, konsorsium perusahaan asuransi TKI tidak berfungsi di sini. Bagaimana mereka mau melindungi jika KBRI saja tidak tahu keberadaan konsorsium perusahaan asuransi dan tidak memiliki izin operasi di Saudi Arabia," kata Yunus.

Menimbang kondisi tersebut, dia meminta Presiden Yudhoyono untuk menghentikan sementara penempatan TKI ke Saudi sambil melakukan pembenahan ke dalam. Pembenahan itu henaknya melibatkan stakeholder, yakni PJTKI dan organisasi PJTKI. "Jangan melibatkan orang yang tidak paham dan tidak pernah ke Saudi sehingga hasil pembenahan tidak maksimal," katanya.

"Jika semua terjamin pemerintah bisa membuka lagi penempatan ke Saudi," kata Yunus. Ia juga menyinggung dampak dari pelatihan yang tidak fokus dan tidak cukup lama sehingga banyak kasus TKI muncul di Saudi.

Himsataki dan Asosiasi Perusahaan Jasa TKI (Apjati) sudah mengusulkan pelatihan 200 jam atas TKI ke Timur Tengah, tetapi di tengah jalan pelaksanaannya terkendala karena ada pihak yang mengizinkan penempatan meski TKI tidak dilatih selama 200 jam (21 hari). "Cukup 2-3 hari sudah bisa ikut uji kompetensi dan lulus pula. Kini Indonesia menanti bom waktu kasus seperti Sumiati yang bisa muncul setiap saat," kata Yunus.

Sebelumnya, Apjati meminta agar penempatan TKI ke Arab Saudi dihentikan sementara hingga kasus Sumiati (23) yang dianiaya majikannya di Madinah tuntas. Sekjen Apjati Rusjdi Basalamah mengatakan kasus penganiayaan terhadap TKI terus berulang dan tidak ada efek jera bagi majikan. "Pemerintah Indonesia sebaiknya menghentikan sementara penempatan TKI ke Arab Saudi hingga ada titik jelas, komitmen yang besar dari pemerintah Saudi, Sanarcom dan majikan agar kasus Sumiati diselesaikan secara adil dan bermartabat," kata Rusjdi.

Sumiati, TKI asal Dompu, Nusa Tenggara Barat, pada 8 November lalu dibawa ke Rumah Sakit King Fahd, Arab Saudi karena dianiaya berat oleh istri majikan dan mengalami luka fisik yang sangat serius.

Kondisi fisiknya memprihatinkan, terdapat luka hampir di seluruh tubuh korban. Seorang petugas Rumah Sakit King Fahd beberapa waktu lalu menceritakan tubuh Sumiati yang mengalami luka bakar di beberapa titik.

"Kedua kakinya nyaris lumpuh, kulit tubuh dan kepalanya terkelupas, jari tengah retak, alis matanya rusak. Dan yang lebih parah, bibir bagian atasnya hilang," kata petugas Rumah Sakit King Fahd. Diduga majikan wanita Sumiati kerap kali melakukan kekerasan terhadapnya, bahkan mengalami luka akibat setrika panas, Sumiati sendiri tidak bisa berbahasa Arab atau Inggris.

sumber : ant
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement