Rabu 06 Oct 2010 00:47 WIB

Kajari tak akan Toleransi Bila Pemred Playboy Mangkir Lagi

Rep: Fitriyan Zamzami/ Red: Djibril Muhammad
Gedung Kejagung.
Gedung Kejagung.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, M Yusuf mengatakan tak akan menolerir lagi eksekusi terhadap mantan Pemimpin Redaksi Majalah Playboy Indonesia, Erwin Arnada, bila tak memenuhi janjinya untuk menyerahkan diri pada 7 Oktober mendatang. "Tentu saja kalau lewat itu dia enggak kooperatif tidak akan kita tolerir lagi," tegas M Yusuf saat dihubungi Selasa (5/10).

Menurut Yusuf, sedianya Erwin dijadwalkan menyerahkan diri pada hari ini. Namun yang bersangkutan mengaku sedang ke Bali untuk memenuhi panggilan terkait acara kebudayaan. Selasa ini, menurut Yusuf, kuasa hukum Erwin, Ina Rahman datang ke Kejaksaan Negeri melaporkan keberadaan Erwin.

Ia datang membawa bukti bahwa Erwin sudah mengupayakan kepulangan hari ini, namun baru mendapat tiket pesawat pukul 21.00 malam tanggal 6 Oktober. Dari situ, Erwin baru bisa memenuhi panggilan pada 7 Oktober.

Ia saat dihubungi Selasa pagi menjanjikan kliennya akan menyerahkan diri. "Jangan sampai pelaksanaan eksekusi Erwin yang dipaksakan menimbulkan masalah hukum klien kami dengan pihak lain, toh hanya selisih 2 hari, klien kami pasti menepati janji," tukasnya.

Kasus yang menjerat Erwin Arnada ini bermula pada penerbitan majalah Playboy Indonesia pada 2007 silam. Saat itu, atas desakan masyarakat, Kejaksaan mendakwa Erwin bersalah dengan pasal 282 KUHP tentang kesusilaan dan kesopanan.

Oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dakwaan jaksa ini ditolak, dan Erwin dibebaskan. Namun setelah jaksa mengajukan kasasi, oleh MA Erwin diputus bersalah dan harus menjalani hukuman penjara selama 2 tahun.

Erwin pertama kali dipanggil untuk menjalani eksekusi oleh Kejari Jakarta Selatan pada 25 Agustus lalu. Erwin tak menghadiri panggilan tersebut dan panggilan setelahnya dengan alasan sikologis dan keamanan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement