Selasa 09 May 2023 06:04 WIB

Demokrat Menilai Jokowi tak Memiliki Komitmen Terhadap Demokrasi

Sejarah akan mencatat ini sebagai legacy yang buruk dalam perjalan demokrasi bangsa.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus Yulianto
Sekretaris Jenderal Badan Pengurus Pusat (DPP) Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (Pispi), Kamhar Lakumani
Foto: Istimewa
Sekretaris Jenderal Badan Pengurus Pusat (DPP) Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (Pispi), Kamhar Lakumani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Demokrat menilai, kasak-kusuk yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam mengondisikan pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) tertentu, tak menunjukkan sikap kenegarawanannya. Apalagi, jika benar adanya dugaan untuk menjegal sosok tertentu.

"Pengondisian pencalonan pasangan tertentu dan upaya menjegal paslon yang tak dikehendaki menjadi tanda ia tak memiliki komitmen terhadap demokrasi dan jiwa politik kenegarawanan," ujar Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat, Kamhar Lakumani lewat keterangannya, Senin (8/5/2023).

"Sejarah akan mencatat ini sebagai legacy yang buruk dalam perjalan demokrasi bangsa kita pascareformasi," sambungnya.

Seorang negarawan tentu akan menjadikan kepentingan rakyat, bangsa, dan negara sebagai yang utama. Bukan kepentingan golongan atau kelompok tertentu saja yang didukungnya.

"Menjadi negarawan berarti menjadi petugas rakyat, bukan petugas partai. Seorang negarawan dan demokratis sejati senantiasa menjadikan daulat rakyat yang dipedomani dan dilayani, bukan daulat tuan," ujar Kamhar.

Dia pun meminta, Jokowi belajar dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ketika masa kepemimpinannya berakhir pada 2014. Saat SBY menghadirkan pemilihan umum (Pemilu) 2024 yang demokratis.

"Berhasil menjaga kualitas pemilu yang berlangsung secara demokratis. Alhamdulillah sukses tercatat dengan tinta emas dalam sejarah sebagai seorang negarawan dan demokratis sejati," ujar Kamhar.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menekankan, dirinya pejabat publik sekaligus pejabat politik. Karena itu wajar ia berbicara berkaitan dengan situasi politik ketika mengundang enam ketua umum partai politik.

"Dalam politik itu wajar-wajar saja, biasa dan saya itu adalah pejabat publik sekaligus pejabat politik. Jadi biasa kalau saya berbicara politik, ya boleh dong," ujarnya saat memberi keterangan kepada awak media di Sarinah, Jakarta.

Jokowi menambahkan, selama ini dia juga banyak berbicara terkait pelayanan publik. Menurut Jokowi kedua hal itu menjadi tugas seorang Presiden, tetapi dia akan berhenti ikut campur ketika sudah ada penetapan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Ya kan memang ini tugas, tugas seorang Presiden. Hanya kalau memang sudah ada ketetapan dari KPU saya" ujar Jokowi sembari menunjukkan gestur mengangkat kedua tangannya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement