Kamis 20 Apr 2023 16:33 WIB

Hajatan Pemilu 2024, Legislator: Tak Hanya Jadi Momentum Pergantian Kekuasaan

Masyarakat mendambakan demokrasi dan hukum yang menomorsatukan kepentingan mereka.

Nurhasan Zaidi Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS
Foto: Ist
Nurhasan Zaidi Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tahun 2023 telah memasuki tahun politik, menjelang hajatan demokrasi pemilu yg ke-6 kalinya setelah Reformasi. Pemilu sebagai arena kontestasi politik merupakan sarana mewujudkan kedaulatan, keadilan hukum dan sosial serta kesejahteraan bagi rakyat, karena rakyat adalah pemilik kedaulatan. 

Menurut Anggota DPR RI FPKS, Nurhasan Zaidi, masyarakat mendambakan demokrasi dan hukum yang menomorsatukan kepentingan mereka bukan kepentingan yang lain. Karena, masyarakat ingin mendapatkan ruang yang setara dan hak sebagai warga negara yang terjamin. Sehingga keadilan dan kepastian hukum serta rasa aman dapat terwujud. 

"Maka, momentum Pemilu tahun depan harapannya bukan sekedar momentum pergantian kekuasaan dan kepemimpinan, melainkan momentum perubahan bangsa ke arah yang lebih baik," ujar Nurhasan, dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Kamis (20/4/2023).

Menurut Nurhasan, semua masyarakat ingin Indonesia semakin maju dan modern. Serta, ingin wajah demokrasi yang lebih baik, demokrasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila, berkeadilan, kebebasan yang bertanggung jawab, kesetaraan dan perlindungan terhadap hak rakyat Indonesia.

"Kita ingin kontestasi politik menjadi ajang untuk saling memperjuangkan nilai-nilai kebaikan, bukan ajang untuk saling menjatuhkan. Apalagi  ajang pragmatisme transaksional membeli kedaulatan rakyat dengan harga yang sangat murah yang pada akhirnya merusak esensi hakiki dari demokrasi itu sendiri," paparnya.

Namun, kata dia, hari ini semua dihadapkan pada tantangan kualitas penyelenggaraan Pemilu, pembahasan untuk merubah sistem pemilu dengan proporsional terbuka menjadi tertutup menyisakan dinamika dan kegaduhan tersendiri. Pasalnya, bahwa saat ini tahapan Pemilu sudah dalam proses berjalan dengan mekanisme Pemilu terbuka. 

"Tapi hingga kini, belum ada keputusan yang final dari Mahkamah Konstitusi terkait polemik sistem pemilu tersebut, merepotkan pastinya," katanya.

Nurhasan menilai, nasing-masing sistem pemilu, terbuka ataupun tertutup, tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan. Sistem proporsional terbuka cenderung mendorong persaingan di dalam maupun antar partai. Sehingga partisipasi masyarakat cenderung meningkat, secara alami terjalin kedekatan antara rakyat sebagai pemilih dengan kandidat yang akan dipilihnya. 

"Walau demikian, harus diakui bahwa dinamika persaingan dalam sistem ini akan memperbesar peluang terjadinya pragmatisme dan politik uang di masyarakat. Bahkan,  lebih jauh akan mereduksi peran parpol secara institusional," katanya.

Namun, kata dia, apa pun sistem Pemilu yang nanti akan diputuskan, kedaulatan dan kesejahteraan rakyat harus tetap menjadi yang utama. Proses pelaksanaan Pemilu yang jujur dan adil harus benar-benar ditegakkan, suara rakyat harus di kawal dari nilai-nilai pragmatisme dan politik transaksional jangka pendek. Termasuk, tegas terhadap segala pelanggaran yang akan mengaburkan dari nilai luhur demokrasi Pancasila.

Karena itu, kata dia, bila semua kontestan pesta demokrasi beserta rakyat Indonesia bekerja bersama, berkolaborasi  membangun persatuan, membangun kesetaraan, membangun kebersamaan maka akan timbul rasa keterikatan yang kuat kita sebagai satu kesatuan utuh bangsa Indonesia. 

"Sehingga, Insya Allah Indonesia ke depan akan aman, damai dan tidak terpecah belah," katanya.

Sebagai salah satu kontestan Pemilu 2024 mendatang, kata dia, dengan Gerakan politik Silaturahim dan Kebangsaannya PKS memiliki cita-cita yang sama. Bahkan dalam kesehariannya PKS telah menerapkan spirit kolaborasi serta demokrasi yang santun sejak lahirnya dahulu di awal masa reformasi hingga saat ini. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement