Selasa 15 Feb 2022 08:07 WIB

Riset: Kota Bogor Jadi Kota Paling Peduli Perubahan Iklim

Kepadatan di kota itu membuat kondisi gas karbon tidak terkontrol dan pengaruhi iklim

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Agus Yulianto
Sejumlah kendaraan memadati jalan Otto Iskandardinata, Kota Bogor, Jawa Barat. Asap buangan dari kendaraan bermotor ini memengaruhi kondisi iklim di daerah setempat.
Foto: Antara/Arif Firmansyah
Sejumlah kendaraan memadati jalan Otto Iskandardinata, Kota Bogor, Jawa Barat. Asap buangan dari kendaraan bermotor ini memengaruhi kondisi iklim di daerah setempat.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Kota Bogor masuk menjadi salah satu dari lima kota di Indonesia yang paling peduli terhadap perubahan iklim. Lima kota tersebut yakni Semarang, Surabaya, Kota Bogor, Kota Bandung dan Kota Tangerang.

Ini merupakan hasil riset yang belum lama dirilis Pusat Inovasi Kota dan Komunitas Cerdas Institut Teknologi Bandung (ITB) tentang Rating Transformasi Digital dan Kota Cerdas Indonesia 2021.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bogor Deni Wismanto mengatakan, di Kota Bogor ada beberapa program peduli terhadap perubahan iklim. “Program-program ini merupakan programm Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor secara komprehensif dan melibatkan beberapa instansi,” kata Deni, Senin (14/2).

Deni menyebutkan, beberapa program tersebut antara lain, Program Bogor Lancar (rerouting dan shifting transportasi publik, angkot berbahan bakar gas), Program Bogor Merenah (pembangunan pedestrian dan jalur sepeda, program kampung bersih dan hijau/lomba kebersihan, program benah kampung, program kampung iklim), Program Bogor Tanpa Plastik (Botak), Program TPS3R dan bank sampah, Perogeam Sekolah Adiwiyata, dan Sekolah Berbudaya Lingkungan.

Terpisah, Ketua Pusat Inovasi Kota dan Komunitas Cerdas ITB, Prof Suhono Harso Supangkat, menjelaskan, penilaian pada kategori peduli iklim ini, dilakukan secara khusus untuk mengetahui dukungan kota dalam menghadapi permasalahan perubahan iklim. Dimana perubahan iklim ini berdampak pada panasnya permukaan bumi yang berasal dari peningkatan kadar CO2 atau karbon dioksida.

Suhono menyebutkan, indikator yang menjadi tolok ukur riset antara lain dukungan penggunaan energi terbarukan, meminimalisir kendaraan, dan pengelolaan lingkungan. Selain itu kata dia, riset juga menilik soal substitusi energi, implementasi kendaraan hemat energi, penggunaan kendaraan umum, penambahan ruang terbuka hijau.

“Tolok ukur itu semua digunakan untuk melihat seberapa jauh suatu kota dapat mengelola berbagai sumber daya secara efektif dan efisien,  menyelesaikan berbagai masalah, serta memberikan layanan yang dapat meningkatkan kualitas hidup warganya,” ujarnya.

Dia menekankan, kota menjadi objek riset karena dewasa ini urbanisasi masyarakat sudah tak terbendung. Akibatnya, kepadatan di perkotaan tak bisa dielakkan. 

“Kepadatan di kota itu membuat kondisi gas karbon tidak terkontrol, sehingga mempengaruhi iklim,” pungkasnya.

 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement