Kamis 10 Feb 2022 16:55 WIB

Perguruan Tinggi Diharap Bangun Integritas Melawan Korupsi

Rendahnya skor IPK Indonesia sepatutnya menjadi refleksi bagi civitas akademika.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Yusuf Assidiq
Antikorupsi (Ilustrasi)
Foto: Fanny Octavianus/Antara
Antikorupsi (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Berdasarkan data yang dimuat Transparency International (TI) pada 2021, nilai Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau Corruption Perception Index (CPI) menunjukkan, hampir dua per tiga negara yang disurvei memiliki skor di bawah 50, termasuk Indonesia. Saat ini, Indonesia bercokol di posisi ke-96 dengan skor IPK 38.

IPK merupakan indeks untuk mengukur tingkat korupsi di suatu negara. Di mana semakin kecil skor IPK suatu negara menunjukkan semakin tinggi tingkat korupsi di negara tersebut. Direktur Pendidikan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Sukardiman mengatakan, rendahnya skor IPK Indonesia sudah sepatutnya menjadi refleksi bagi para perguruan tinggi.

Selain sebagai pencetak SDM, peran perguruan tinggi diharapkan mampu menjadi gerbang terakhir dalam membangun integritas melawan korupsi. "Kurangnya internalisasi terhadap karakter anti korupsi dalam perguruan tinggi menjadi faktor utama permasalahan tersebut," kata Sukardiman, Kamis (10/2/2022).

Ia mengatakan, perguruan tinggi yang harusnya mencetak generasi muda yang memiliki kualifikasi etika dan moral agama justru banyak melahirkan koruptor baru. Koruptor yang dilahirkan turut andil terhadap rapor merah pemberantasan korupsi Indonesia.

“Tak sedikit produk dari perguruan tinggi malah menjadi aktor dalam tindak pidana korupsi di Indonesia, bahkan wakil rektor perguruan tinggi yang memiliki rekognisi internasional sekalipun pernah ada yang terjerat kasus korupsi. Ini kan sebuah ironi," ujarnya.

Sukardiman menilai, dalam upaya pemberantasan korupsi di sebuah negara, perguruan tinggi dapat memiliki empat peranan penting. Yakni pusat pengajaran, di mana kampus bisa memberikan mata kuliah yang berisi nilai antikorupsi dan pusat pergerakan melalui pengembangan budaya akademik antikorupsi.

Kemudian, kata dia, kampus juga sebagai pusat riset, data, dan berbagai kajian antikorupsi sehingga mahasiswa bisa turut berpartisipasi dalam pergerakan antikorupsi. Selanjutnya, tentunya kampus juga sebagai rumah bagi para ahli sudah sepatutnya memberikan kontribusi sesuai keilmuannya dalam penyelesaian perkara tindak pidana korupsi.

Ia menekankan, karakter lulusan yang memiliki integritas kuat serta sadar dan taat akan hukum menjadi kunci utama pemberantasan korupsi di Indonesia. Oleh karena itu, perguruan tinggi harus memiliki model pembelajaran yang tak hanya berfokus meningkatkan kompetensi lulusan, namun juga mampu menginternalisasikan nilai-nilai antikorupsi kepada mahasiswa.

“Pertama diajarkan, yang kemudian dilatih secara terus menerus melalui sistem pembelajaran yang kita terapkan sehingga bisa menjadi kebiasaan dan dari kebiasaan tersebut harapannya bisa menjadi karakter yang membudaya di lingkup perguruan tinggi,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement