REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA, – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menegaskan bahwa rapat pleno yang diadakan di Hotel Sultan, Jakarta, tidak sah. Hal ini disampaikan karena rapat tersebut bertentangan dengan konstitusi organisasi, yaitu AD/ART, dan mengabaikan arahan dari para kiai sepuh serta mustasyar.
Sekretaris Jenderal PBNU, Amin Said Husni, menyatakan bahwa forum tersebut tidak memiliki landasan konstitusional dalam organisasi. Menurutnya, para kiai sepuh telah memberikan arahan tegas dalam pertemuan di Ploso dan Tebuireng mengenai ketidakbolehan pemakzulan ketua umum PBNU.
"Rapat Pleno yang diadakan oleh Rais Aam itu jelas sekali mengabaikan seruan mustasyar dan kiai sepuh di Ploso dan Tebuireng. Para kiai sepuh menegaskan bahwa pemakzulan Ketua Umum berlawanan dengan AD/ART, dan segala langkah yang bersumber dari sana juga melanggar aturan organisasi," ujar Amin di Jakarta.
Selain mengabaikan arahan para kiai, rapat tersebut juga dianggap tidak memenuhi syarat formal sebagai Rapat Pleno. Amin menjelaskan bahwa peserta rapat hanya sebagian kecil dari anggota yang memiliki hak pleno.
"Yang disebut Rapat Pleno di Hotel Sultan tidak memiliki legitimasi apapun, karena yang hadir hanya seperempat saja dari anggota pleno. Karena itu, mayoritas anggota menolak. Sebagian besar anggota pleno PBNU tetap taat pada arahan kiai sepuh di Ploso dan Tebuireng," jelasnya.
Pelanggaran yang terjadi terutama terletak pada substansi keputusan rapat yang bertentangan dengan konstitusi organisasi. "Di atas semuanya, Rapat Pleno yang berlangsung di Hotel Sultan itu jelas menyelisihi dan bertentangan dengan AD/ART," tambah Amin.
Sebelumnya, Rapat Pleno Syuriyah PBNU menetapkan Zulfa Mustofa sebagai penjabat (Pj) Ketua Umum PBNU menggantikan Yahya Cholil Staquf, yang berlangsung di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Selasa malam. Zulfa Mustofa, yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua Umum PBNU, akan mengemban jabatan baru hingga muktamar yang rencananya digelar pada 2026.
Konten ini diolah dengan bantuan AI.