Senin 30 Sep 2024 15:04 WIB

Fisioterapi Indonesia Harus Beradaptasi dengan Tantangan Kesehatan Global

Fisioterapi merupakan profesi kesehatan yang berperan penting.

Kongres Asian Western Pacific (AWP) 2024 di Denpasar, Bali,
Foto: Dok Republika
Kongres Asian Western Pacific (AWP) 2024 di Denpasar, Bali,

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR --Fisioterapi merupakan profesi kesehatan yang berperan penting dalam menjaga dan memulihkan kemampuan gerak manusia. Seiring dengan semakin kompleksnya tantangan kesehatan global, fisioterapi terus beradaptasi dan berkembang.

Di Indonesia, profesi ini telah menjadi bagian dari layanan kesehatan dasar,

Baca Juga

berperan aktif di Puskesmas, dan berkontribusi dalam menjaga kesehatan

masyarakat. Dengan perkembangan teknologi medis dan kolaborasi internasional,

fisioterapi Indonesia kini berpeluang untuk terus maju dan diakui di kancah global.

President of World Physiotherapy, Michel Landry memprediksi kebutuhan fisioterapis

akan mencapai 2,2 juta per tahun. Ia juga mengungkapkan bahwa setiap tahun ada sekitar 10 juta lulusan sarjana fisioterapi. Mereka harus melanjutkan pendidikan ke

spesialisasi.

“Untuk membangun fisioterapi, harus dimulai dari mengembangkan pendidikan,”

kata Landry.

Kongres Asian Western Pacific (AWP) 2024 di Denpasar, Bali, menjadi momentum

penting bagi fisioterapi Indonesia. Acara ini bertujuan memperkuat kolaborasi dan

meningkatkan kompetensi dalam menghadapi tantangan kesehatan global.

Ketua Umum PP IFI, Parmono Dwi Putro, menegaskan bahwa kongres ini adalah

wujud nyata peran fisioterapi Indonesia dalam meningkatkan kesehatan masyarakat.

Ia juga menekankan bahwa fisioterapi di Indonesia adalah bagian dari profesi

kesehatan dunia yang terus berkembang dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Parmono juga menegaskan bahwa kongres ini sangat relevan untuk memperkenalkan fisioterapi Indonesia di mata dunia. “Inilah Fisioterapi Indonesia ke

kancah internasional, kita adalah tenaga kesehatan yang sama, tenaga dengan

seluruh tenaga kesehatan dunia, saatnya kita kolaborasi,” kata Parmono Dwi Putro

menegaskan.

Ia menambahkan bahwa fisioterapis di Indonesia harus terus memperjuangkan

kualitas dan kompetensi mereka untuk semakin maju di kancah internasional.

Menurutnya, fisioterapi Indonesia memiliki prospek yang cerah, terutama karena

profesi ini telah menjadi bagian dari pelayanan kesehatan tingkat pertama di

Puskesmas, yang sejalan dengan program promotif dan preventif dari Kementerian

Kesehatan RI.

Dalam Kongres AWP 2024 dan Temu Ilmiah Tahunan Fisioterapi Indonesia (TITAFI)

2024, Parmono Dwi Putro menekankan pentingnya akses langsung dan peran lebih

besar fisioterapis dalam sistem kesehatan Indonesia. Acara ini dihadiri oleh ratusan

delegasi dari berbagai negara Asia, menampilkan pameran produk dan peralatan

kesehatan terkait fisioterapi.

Parmono optimis bahwa kolaborasi dengan Asian Western Pacific (AWP) akan

semakin memajukan fisioterapi di Indonesia. “Alhamdulillah. Fisioterapi sudah masuk di first contact. Saat ini fisioterapi dipercaya untuk bisa menangani first

kontak di Puskesmas,” ungkapnya.

AWP Congress 2024 menampilkan sejumlah sesi penting, termasuk International

Workshop yang menghadirkan para pakar fisioterapi dunia. Dr. Joshua Farragher

(Australia) membahas manajemen nyeri punggung bawah, sementara Dr. Janel Lee

(Singapura) mengupas fisioterapi pediatrik di komunitas.

Prof. Marco Pang (Hong Kong) memaparkan tentang dual-task assessment bagi

pasien stroke, dan Dr. Shirley Ngal (Hong Kong) menjelaskan prinsip dan aplikasi

tes latihan kardiopulmoner. Prof. Alice dan Abraham Jones (Australia) membahas

standar penilaian praktik klinis fisioterapi.

Selain itu, kongres diisi Focused Symposium yang mengangkat topik penting seperti

pelatihan dual-task oleh Mohammad Jobair Khan (Hong Kong), inovasi rehabilitasi

digital oleh Dr. Eva Artholahti dan Dr. Minna Eriksen (Finlandia), serta peran

fisioterapis dalam kesehatan kerja oleh Dr. Nathan Hutting (Belanda).

Dengan tema "Collaboration and Transformation Toward a Sustainable

Physiotherapy Practice", kongres ini menjadi ajang penting bagi pendidik, peneliti,

dan klinisi untuk bertukar informasi dan memperkuat hubungan profesional

antarnegara di kawasan Asia Pasifik. Parmono berharap kolaborasi ini akan

meningkatkan kompetensi fisioterapis Indonesia di tingkat global.

Selain itu, Muhammad Irfan, Sekretaris Jenderal IFI, menyatakan bahwa pameran di

kongres menampilkan teknologi fisioterapi canggih. Teknologi ini diharapkan bisa

diterapkan di Indonesia. Salah satu contohnya adalah peralatan berbasis robotik.

Alat tersebut memungkinkan pasien pulih lebih cepat.

"Dengan penggunaan teknologi yang lebih maju, durasi pemulihan pasien bisa lebih

cepat dibandingkan metode konvensional. Hal ini tentunya sangat menguntungkan,

terutama dalam konteks efisiensi biaya dan hasil rehabilitasi yang lebih baik," kata

Irfan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement