REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Nafrantilopa (33 tahun), pemilik satu unit rumah di Perumahan Green Village, Kota Bekasi mengaku kecewa dengan Bank DKI Syariah Cabang Cengkareng yang tidak memberikan solusi apapun. Hal itu lantaran berdasarkan putusan peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA), rumahnya seluas 79 meter persegi (m2) harus dibongkar sekitar 24 m2.
Dari total 70 unit, sekitar 10 rumah di Perumahan Green Village ternyata dibangun di lahan milik Liem Sian Tjie. Kini, jalan depan rumah tersebut sudah ditutup dengan dinding beton. Adapun rumah Nafrantilopa yang agak menjorok terpaksa harus dipangkas 24 m2 karena dibangun PT Surya Mitratama Persada (SMP) di atas lahan milik orang lain.
Sedangkan PT SMP yang membangun perumahan tersebut sejak 2013, tiba-tiba menghilang pada 2016 ketika harus menghadapi gugatan pertama kali dengan pemilik tanah yang saha. Setelah pengembang perumahan kabur, Nafrantilopa meluapkan kekecewaan dengan cara menyetop cicilan di Bank DKI Syariah Cabang Cengkareng, Jakarta Barat.
"Jujur kecewa. Minimal ada solusi dari Bank DKI Syariah yang membuat kita tenang. Bagaimana pun saya mempercayakan kepada Bank DKI Syariah untuk cek kredibilitas dari rumah ini," kata Nafrantilopa saat ditemui Republika.co.id di rumahnya, Kelurahan Perwira, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Jawa Barat, Selasa (18/7/2023).
Nafrantilopa mengaku, secara pribadi telah menyampaikan kepada Bank DKI Syariah Cabang Cengkarang untuk berhenti mencicil rumahnya yang dibeli pada 2016. Namun, pemberitahuan tersebut belum ditanggapi sama sekali oleh pihak bank. "Bank DKI Syariah belum ada respons apa-apa. Saya belum terima telepon atau bentuk komunikasi lainnya," katanya.
Menurut dia, perwakilan Bank DKI Syariah Cabang Cengkareng sudah pernah menyampaikan tidak bisa membayar ganti rugi tanah yang dieksekusi oleh pengadilan. Hal itu lantaran sebagian lahan di rumah yang ditempati saat ini berstatus milik Liem Sian Tjie.
Nafrantilopa menyebut, Bank DKI Syariah Cabang Cengkareng yang memfasilitasi kredit pembelian rumah sempat berjanji akan mengganti lahan yang terdampak eksekusi. Sayangnya, hingga hari ini perwakilan bank malah lepas tangan dan tidak memenuhi janjinya. Padahal, jalan perumahan sudah ditutup beton dan rumahnya yang akan dirobohkan oleh pengadilan benar-benar segera dieksekusi.
"Ini rumahnya dibeli tahun 2016 dengan cara mencicil selama 15 tahun dengan cicilan setiap bulannya Rp 5,7 juta lebih. Saat ini, cicilan untuk melunasi ke bank masih tujuh tahun lagi. Tenornya sekitar Rp 700 juta," ujar Nafrantilopa.
Karena tidak ada iktikad baik dari Bank DKI Syariah, Nafrantilopa sepakat dengan sembilan pemilik rumah lainnya untuk tidak melunasi cicilan setiap bulannya. Aksi itusebagai bentuk kekecewaan kepada perbankan yang tidak mau memberikan solusi terhadap permasalahan nasabahnya. Jika pihak bank bertanggung jawab, pihaknya tentu akan membayar lagi cicilan tersebut.
"Bulan ini saya memang setop sengaja berhenti membayar cicilan kepada Bank DKI Syariah per bulan ini Juli 2023," kata Nafrantilopa.