Jumat 02 Jun 2023 14:04 WIB

Marketplace Guru Dinilai tak Menyelesaikan Akar Persoalan

Distribusi guru hanya satu dari banyak permasalahan pengelolaan tenaga kependidikan.

Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda menilai, marketplace guru tidak menyelesaikan akar masalah tenaga kependidikan,
Foto: ANTARA/Galih Pradipta
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda menilai, marketplace guru tidak menyelesaikan akar masalah tenaga kependidikan,

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Gagasan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim tentang marketplace guru dinilai tidak menyelesaikan akar persoalan tenaga pendidikan di Indonesia. Marketplace Guru dinilai membantu menyelesaikan masalah distribusi guru yang hanya menjadi salah satu dari banyak permasalahan pengelolaan tenaga pendidikan di Tanah Air. 

Marketplace guru ini hanya akan memudahkan sekolah yang membutuhkan tenaga pendidik sesuai formasi yang dibutuhkan. Marketplace ini tidak menjawab bagaimana agar tenaga guru honorer bisa secepatnya diangkat menjadi ASN sehingga mereka mendapatkan kelayakan penghidupan,” ujar Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda dalam keterangannya, Jumat (2/6/2023). 

Baca Juga

Gagasan marketplace guru ini diklaim Nadiem Makarim untuk mengatasi tenaga guru honorer yang terjadi selama bertahun-tahun. Marketplace guru sendiri merupakan database di mana semua sekolah dapat mencari siapa saja orang yang bisa menjadi pendidik atau diundang ke sekolah tersebut.

Huda mengatakan, saat ini yang dibutuhkan adalah konsistensi dari sikap pemerintah untuk menuntaskan rekrutmen satu juta guru honorer menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Ini berarti pemerintah harus menuntaskan berbagai kendala mulai dari proses rekrutmen, proses penerbitan surat pengangkatan, hingga penempatan guru yang lolos seleksi. 

“Saat ini proses rekrutmen satu juta guru honorer menjadi ASN belum juga tuntas meskipun sudah dua tahun program tersebut diluncurkan,” ujarnya. 

Dia mengungkapkan, banyak kendala dalam proses rekrutmen satu juta guru honorer menjadi PPPK. Mulai dari keengganan pemerintah daerah dalam mengajukan formasi, banyaknya kendala administrasi sehingga guru yang lolos seleksi tidak segera mendapatkan SK pengangkatan sebagai ASN hingga proses penempatan yang memicu konflik di lapangan. 

“Banyaknya kendala dalam rekrutmen satu juta guru honorer menjadi PPPK tersebut membutuhkan terobosan bersifat politis, di mana mendikbud bisa meminta kepada presiden untuk membuka ruang bagi hambatan yang bersifat regulatif maupun personal di lintas kementerian dan lembaga. Bukan malah menciptakan aplikasi baru,” katanya. 

Politisi PKB tersebut mengakui jika aplikasi marketplace guru ini punya manfaat seperti layaknya aplikasi Gojek atau Grab yang memudahkan pertemuan driver ojek online dengan penggunanya. Kendati demikian, marketplace guru ini akan berfungsi maksimal jika persoalan mendasar, yakni pengangkatan guru honorer menjadi PPPK telah selesai dituntaskan.

“Dengan demikian, distribusi guru bisa lebih efektif dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kompetensi yang dibutuhkan oleh masing-masing sekolah,” ujar Huda.

Rencana marketplace guru ini juga dikritik guru honorer. Seorang tenaga pendidik honorer di sebuah sekolah menengah atas (SMA) negeri di Tangerang, Banten, Achmed menilai, marketplace guru bisa menjadikan tindakan nepotisme yang rentan tumbuh subur di sekolah-sekolah.

"Karena dalam perekrutannya dari yang saya baca ternyata kepala sekolah bisa merekrut (guru). Ini yang kemudian saya pikir kalau kepala sekolah bisa merekrut secara langsung maka tidak bisa dimungkiri akan terjadi nepotisme, bahkan bisa jadi besar-besaran," katanya kepada Republika, Selasa (30/5/2023).

Achmed pun merasa janggal dengan istilah marketplace. Menurutnya, penggunaan kata itu tak pantas dalam konteks rekrutmen guru. “Yang membuat saya agak kurang senang terkait dengan pemakaian kosa kata marketplace. Menurut saya itu seolah-olah guru itu menjadi sebuah objek atau barang," ujar dia.

Achmed mengatakan, jika marketplace guru diterapkan maka prosesnya bisa dilakukan kapan saja. Artinya, dia melanjutkan, bisa saja kerabat menitipkan ke kepala sekolah untuk memasukkan anaknya atau saudaranya. Atau bisa saja ada oknum yang menyogok menggunakan uang meski memang perekrutannya memakai seleksi.

Setelah itu, Achmed melanjutkan, guru yang lolos seleksi ada di marketplace dan menunggu sekolah yang mempekerjakan dan menggunakan jasanya. "Persoalannya, kalau kepala sekolah yang (mempekerjakan), namun dia mendapatkan titipan saudaranya, hingga kerabatnya maka ini bisa menjadi persoalan. Ini sangat bisa terjadi," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement