Selasa 02 May 2023 04:24 WIB

Menganalisis Tarif Kereta yang Semakin Mahal

Fasilitas bus patas Trans-Jawa lebih unggul dibandingkan layanan di kereta eksekutif.

Tarif kereta api jarak jauh lebih mahal. Foto ilustrasi penumpang kereta api.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Tarif kereta api jarak jauh lebih mahal. Foto ilustrasi penumpang kereta api.

Oleh : Erik Purnama Putra, Jurnalis Republika

REPUBLIKA.CO.ID, Belakangan ini, tarif kereta jarak jauh terasa semakin mahal. Mahalnya tarif kereta bermula sejak pandemi Covid-19. Awalnya, hal itu terasa wajar karena ada pembatasan penumpang di dalam rangkaian kereta. Alhasil, tiket menjadi naik signifikan daripada sebelumnya. Namun, ketika pandemi sudah melandai, tarif tidak kunjung turun.

Bahkan, tarif kereta eksekutif bisa menyamai, dan bahkan lebih mahal daripada pesawat. Hal itu terjadi untuk rute ke arah timur, misal Jakarta-Surabaya atau Jakarta-Malang. Untuk beberapa maskapai penerbangan tertentu, harga tiket jika beruntung bisa di bawah Rp 700 ribu.

Bandingkan dengan Kereta Gajayana dan Brawijaya eksekutif yang harganya bisa tembus sampai Rp 800 ribu pada masa libur Lebaran atau akhir pekan. Untuk Kereta Jayabaya juga sebagai contoh, tarif ekonomi sudah ada yang menyentuh Rp 600 ribu, dan di rangkaian lain yang didesain kursi eksekutif dipatok di atas Rp 600 ribu. Luar biasa sekali mahalnya. Padahal, Kereta Jayabaya yang melintasi jalur Pantura dulunya memang murni kereta ekonomi dengan tarif maksimal di bawah Rp 300 ribu.

Baca juga : Keluarga Polisi yang Tewas Tertabrak Kereta Cabut Keterangan, Ini Alasannya

Dengan tiket semahal itu, penumpang harus menempuh perjalanan sampai 13 jam dari Jakarta ke Malang, misalnya. Tentu saja tidak worth it, mengutip pendapat anak Jaksel jika harus membayar semahal itu. Apalagi, ada pilihan penerbangan dengan harga tiket Rp 800 ribu dari Jakarta ke Surabaya atau jika mendarat di Malang hanya perlu merogoh kocek tambahan Rp 150 ribu dengan tawaran hanya memerlukan waktu satu jam 15 menit.

Tarif kereta menjadi terlampau mahal jika dibandingkan dengan layanan bus Trans-Jawa. Sejak jalan tol tersambung dari Jakarta ke Malang pada pertengahan 2019, mulai muncul rute bus patas Jakarta-Malang dan sebaliknya. Rute yang menawarkan dari ujung ke ujung melewati tol membuat bus menjadi salah satu pesaing berat layanan kereta. Keunggulannya, dengan harga jauh lebih murah daripada tiket kereta eksekutif, fasilitas yang didapatkan sangat jauh lebih baik. Untuk tiket, dibanderol antara Rp 400 ribu sampai Rp 600 ribu.

Dengan tempat duduk lebih nyaman dan mendapatkan voucer makan di rest area, kehadiran bus Trans-Jawa menjadi solusi bagi warga yang ingin bepergian dengan tiket terjangkau. Belum lagi, perjalanan Jakarta-Malang atau sebaliknya menggunakan bus malah lebih cepat daripada naik kereta eksekutif. Di sinilah, yang menjadi persoalannya. Naik kereta sudah mahal, fasilitas standar, dan kecepatan tempuh kalah membuat keberadan bus patas menjadi idola di sebagian kalangan pelaju.

Sejak tiket kereta mahal, saya sendiri lebih sering pulang naik bus patas Jakarta-Malang-Jakarta. Selain karena ingin menikmati pengalaman menyusuri Tol Trans-Jawa, juga karena pertimbangan waktu tempuh lebih cepat daripada naik kereta eksekutif. Kadang ketika beruntung, seperti Lebaran 2022 dan 2023 dapat promo, akhirnya naik pesawat dari Bandara Halim Perdanakusuma-Bandara Abdurachman Saleh.

Baca juga : Ini Hasil Pemeriksaan Puslabfor Polri Atas Jasad Polisi yang Tewas Tertabrak Kereta

Memang untuk di kereta ada opsi tiket murah naik kereta ekonomi PSO. Kereta Matarmaja, contohnya, hanya dibanderol Rp 230 ribu per penumpang. Namun, layanan itu semestinya khusus dinikmati oleh mereka yang memang benar-benar membutuhkan tiket murah karena disubsidi oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Belum lagi, tiket Kereta Matarmaja pasti lebih cepat habis dibandingkan kereta eksekutif karena peminatnya tinggi.

Dan, waktu tempuhnya hampir 16 jam untuk Jakarta-Malang, karena harus berhenti di setiap stasiun. Dengan kursi tegak yang sangat tidak manusiawi, sudah seharusnya PT Kereta Api Indonesia (KAI) menghapus model ekonomi dengan konfigurasi kursi seperti itu. Dari berbagai fakta yang disampaikan tersebut, penulis menganggap perlunya manajemen PT KAI untuk berbenah dalam mengelola harga tiket yang sudah tidak masuk akal kalau dibandingkan dengan fasilitas yang ditawarkan.

Memang bagaimanapun juga naik kereta memiliki keunggulan tersendiri. Seperti, berangkat dan tiba di lokasi tepat waktu serta di area stasiun juga sudah nyaman. Namun, dengan harga tiket yang terus melambung membuat sebagian masyarakat akhirnya menyampaikan protes bertubi-tubi. Lihat saja, di berbagai kanal media sosial ataupun pemberitaan media, protes yang menyandangkan tiket kereta dengan pesawat atau kereta dengan bus terus berulang setiap waktu.

Mengapa hal itu terjadi? Penulis curiga jika kenaikan tiket kereta terkait dengan penugasan PT KAI untuk menjadi operator Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Sejak pembangunan KCJB semakin menggeliat belakangan ini, PT KAI seperti ingin memperbaiki arus kas yang terus merugi akibat pandemi Covid-19. PT KAI memilih memperbanyak pendapatan dengan menekan masyarakat agar membeli tiket lebih mahal daripada sebelum pandemi Covid-19.

Bisa juga, pendapatan tersebut digunakan PT KAI untuk investasi pembelian rangkaian kereta besar-besaran untuk peremajaan armada yang sebagian sudah waktunya diganti. Namun tetap saja, lagi-lagi penumpang yang dirugikan kalau tiket semakin mahal.

Baca juga : Hingga 2 Mei 2023, 393 Ribu Penumpang Kereta Api Tiba di Wilayah Jakarta

Sebenarnya, ada solusi yang bisa ditawarkan PT KAI untuk mengkompensasi mahalnya tiket pesawat. Caranya dengan meningkatkan kecepatan kereta. Jika sekarang kereta eksekutif Jakarta-Malang memerlukan waktu tempuh 13 jam maka bisa dibuat di bawah 10 jam. Namun, hal itu kemungkinan besar terbentur sarana dan prasana kereta hingga tidak bisa dipacu maksimal, yang dapat meningkatkan risiko kecelakaan di perjalanan.

Karena bagaimana juga, hadirnya Tol Trans-Jawa membuat bisnis bus saat ini sangat menggeliat. Berkali-kali penulis menjajal layanan bus, selalu penuh dengan penumpang. Selain tiket lebih terjangkau, fasilitas yang didapat lebih baik, keuntungan lain yang didapat adalah waktu tempuh lebih singkat.

Berkaca dari hal itu, semoga PT KAI bisa menjadikan kehadiran bus Trans-Jawa sebagai pesaing untuk meningkatkan layanan di dalam kereta. Tujuannya agar tidak muncul lagi kritik dan protes dari penumpang yang gemar naik transportasi umum dengan membandingkan layanan kereta dan bus, yang sekarang tidak sebanding. Meski begitu, penulis secara pribadi berharap, dengan meluasnya pembangunan double track maka waktu tempuh kereta bisa semakin cepat.

Apalagi, jika wacana pembangunan rel jalur ganda Surabaya-Malang, nantinya terealisasi. Maka itu, besar peluangnya perjalanan naik kereta bisa semakin cepat dan nyaman. Jika hal itu terwujud, kenaikan harga tiket kereta masih bisa dipahami.

Baca juga : Saat Terjadi Penembakan, Sedang Ada Rapim MUI Bahas Ponpes Al-Zaytun

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement