Kamis 30 Mar 2023 17:18 WIB

Waspadalah, AI Dapat Gantikan 300 Juta Pekerjaan

Teknologi telah menggusur pekerja lebih cepat daripada menciptakan lapangan kerja.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Natalia Endah Hapsari
Berdasarkan laporan bank investasi Goldman Sachs, kecerdasan buatan dapat menggantikan setara 300 juta pekerjaan penuh waktu/ilustrasi..
Foto: UNM
Berdasarkan laporan bank investasi Goldman Sachs, kecerdasan buatan dapat menggantikan setara 300 juta pekerjaan penuh waktu/ilustrasi..

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Kehadiran teknologi kecerdasan buatan (AI) boleh dibilang sangat berdampak terhadap kehidupan manusia. Berdasarkan laporan bank investasi Goldman Sachs, kecerdasan buatan dapat menggantikan setara 300 juta pekerjaan penuh waktu. Jika dihitung, itu bisa menggantikan seperempat tugas pekerjaan di Amerika Serikat (AS) dan Eropa.

Namun, itu juga bisa berarti pekerjaan baru dan ledakan produktivitas. Pada akhirnya dapat meningkatkan total nilai tahunan barang dan jasa yang diproduksi secara global sebesar tujuh persen. “AI generatif yang mampu membuat konten yang tidak dapat dibedakan dari pekerjaan manusia merupakan kemajuan besar,” kata laporan tersebut.

Baca Juga

Akan tetapi, pendapat berbeda datang dari pejabat Inggris. Mereka justru tertarik untuk mempromosikan investasi AI di Inggris. Menurut mereka ini akan mendorong produktivitas di seluruh perekonomian dan telah mencoba meyakinkan publik tentang dampaknya.

"Kami ingin memastikan bahwa AI melengkapi cara kami bekerja di Inggris, bukan mengganggunya. AI dapat membuat pekerjaan kami lebih baik, bukan menghilangkannya," kata Sekretaris Teknologi Michelle Donelan kepada The Sun.

Laporan tersebut mencatat dampak AI akan bervariasi di berbagai sektor. Di antaranya 46 persen tugas dalam administrasi dan 44 persen dalam profesi hukum dapat diotomatisasi.

Namun, hanya enam persen dalam konstruksi dan empat persen dalam pemeliharaan. BBC News sebelumnya telah melaporkan kekhawatiran beberapa seniman bahwa generator gambar AI dapat membahayakan prospek pekerjaan mereka.

 

Upah lebih rendah

Direktur pekerjaan masa depan di Oxford Martin School, Inggris, Carl Benedikt Frey mengatakan satu-satunya hal yang dia yakini adalah tidak ada cara untuk mengetahui berapa banyak pekerjaan yang akan digantikan oleh AI generatif.

“Misalnya, apa yang dilakukan ChatGPT yang mampu menulis lebih banyak dibandingkan rata-rata orang untuk menghasilkan esai dan artikel. Oleh karena itu, jurnalis akan menghadapi lebih banyak persaingan yang akan menurunkan upah, kecuali kita melihat peningkatan permintaan yang sangat signifikan untuk pekerjaan semacam itu,” ujar dia.

Selain itu, Frey juga menyinggung soal pengenalan teknologi dan platform GPS seperti Uber. Mengetahui semua jalan di London dapat memiliki nilai yang jauh lebih rendah sehingga pengemudi lama mengalami pemotongan gaji yang besar sekitar 10 persen menurut penelitiannya.

"Hasilnya adalah upah yang lebih rendah, bukan lebih sedikit pengemudi. Selama beberapa tahun ke depan, AI generatif kemungkinan akan memiliki efek serupa pada serangkaian tugas kreatif yang lebih luas,” ucap dia.

Menurut laporan tersebut, 60 persen pekerja melakukan pekerjaan yang tidak ada pada tahun 1940. Tetapi penelitian lain menunjukkan perubahan teknologi sejak 1980-an telah menggusur pekerja lebih cepat daripada menciptakan lapangan kerja.

Jika AI generatif sama seperti kemajuan teknologi informasi sebelumnya, laporan tersebut menyimpulkan, hal itu dapat mengurangi lapangan kerja dalam waktu dekat. Meski begitu, dampak jangka panjang dari AI sangat tidak pasti.

Kendati begitu, kepala eksekutif think tank Resolution Foundation Torsten Bell mengatakan semua prediksi yang ada jangan dipercaya begitu saja.

"Kami tidak tahu bagaimana teknologi akan berkembang atau bagaimana perusahaan akan mengintegrasikannya ke dalam cara kerja mereka. Tidak berarti bahwa AI tidak akan mengganggu cara kita bekerja, tetapi kita juga harus fokus pada potensi standar hidup yang diperoleh dari pekerjaan dengan produktivitas lebih tinggi dan layanan yang lebih murah untuk dijalankan, serta risiko tertinggal jika perusahaan dan ekonomi lain beradaptasi dengan lebih baik terhadap perubahan teknologi,” kata dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement