Rabu 29 Mar 2023 13:22 WIB

A Man of Crisis

ET tidak mengumbar bicara, tetapi meracik formula.

Kemunculan Erick Thohir pada daftar elektabilitas teratas dinilai seiring dengan kinerja cemerlangnya menakhodai Kementerian BUMN.
Foto: Republika
Kemunculan Erick Thohir pada daftar elektabilitas teratas dinilai seiring dengan kinerja cemerlangnya menakhodai Kementerian BUMN.

Oleh: Iggi Achsien, Sekjen Masyarakat Ekonomi Syariah

Erick Thohir (ET) ditakdirkan menjadi "a man of crisis". Dia selalu masuk dalam pusaran persoalan pelik yang rumit untuk dituntaskan, baik karena ditunjuk oleh orang, tuntutan jabatan, maupun panggilan alam. 

Pada saat perhelatan akbar Asian Games tinggal setahun, ia diminta menjadi ketua penyelenggara. Kalkulasi teknis beropini tidak mungkin Indonesia akan bisa menjadi tuan rumah yang berhasil. 

Fakta membuktikan sebaliknya: ET dengan kapastitas dan ketenangannya bisa membuat acara besar itu sukses. Ia berhasil merangkai berbagai talenta bangsa untuk menopang gelaran tersebut. Indonesia terbang!

Pak Jokowi lantas memintanya menjadi ketua Tim Pemenangan Jokowi - Ma'ruf Amin pada 2019. Sulit membayangkan seorang pengusaha dan penyuka bisnis olahraga (khususnya sepak bola dan basket) tetiba menjadi komandan pemenangan hajat politik (pilpres). 

Politik adalah dunia brutal yang sukar ditakar. Butuh nyali dan kemampuan eksekusi yang presisi. Ternyata, transformasi itu bisa dilakoni ET dengan mulus. Aneka persilangan gesekan politik bisa dikendalikan, sumber daya dapat dikonsolidasikan, dan (yang paling penting) rakyat bisa diyakinkan. Hasilnya: Jokowi - Ma'ruf Amin menang! 

Peristiwa pilpres itu menjadi jembatan perubahan ET dari manusia privat menjadi figur publik. Terlebih saat Presiden menunjuknya menjadi menteri di kementerian yang paling pelik: BUMN. 

Kementerian kelas satu ini punya dua sudut: surplus sumber daya sekaligus berlimpah perkara. Penyederhanaan korporasi (pembentukan holding) yang 10 tahun sulit dieksekusi, di tangannya tuntas hanya dalam  tempo tiga tahun. 

Masalah Garuda, Jiwasraya, dan lain-lain yang super-rumit (bahkan nyaris tidak bisa diselesaikan) secara ajaib bisa diurai. Merger bank syariah terbesar di Indonesia dieksekusi dalam waktu satu tahun saja. Ia seperti punya kekuatan gaib! 

Berikutnya, sepak bola Indonesia tanpa disangka menghadapi krisis lantaran kasus Kanjuruhan. Salah satu yang diminta bertanggung jawab adalah ketua  umum PSSI. Kongres luar biasa digelar. Lagi-lagi, ET diminta turun gelanggang. 

Kalkulasinya selama ini cuma ada satu formula: menang. Singkatnya, ia berhasil menjadi Ketua PSSI. Publik optimistis ia akan membawa sepak bola nasional ke era keemasan. 

Namun, satu tanjakan tiba-tiba mengadang: Indonesia diancam oleh FIFA akibat tokoh publik dan beberapa figur politik menolak kedatangan tim Israel hadir dalam perhelatan Piala Dunia U-20 di Indonesia. ET masuk dalam pusaran krisis kembali. Ini bola panas yang bikin badan meriang. 

Apakah ia akan bisa mengelola dan mencari terobosan krisis ini? Kita bisa membayangkan akhir dari kisah ini dari dua sumber. Pertama, pengalaman menunjukkan ET bisa menghadapi aneka kawah mendidih dengan kedinginan yang paripurna. 

ET tidak mengumbar bicara, tetapi meracik formula. Dari sisi ini tampaknya ET tidak perlu diragukan lagi. Kedua, ia punya sumber daya koneksi dan pengetahuan yang gigantik soal dunia olah raga. Ia pelaku kaliber internasional. 

Dua kapital ini amat berfaedah baginya untuk menjadi obor penerang. Kita tunggu kembali keajaiban ET menjinakkan krisis. Ia adalah pawang krisis!

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement