Berkah Ramadhan: Menampa Karakter Kemanusiaan Seorang Muslim

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Muhammad Hafil

Senin 27 Mar 2023 09:00 WIB

Berkah Ramadhan: Menampa Karakter Kemanusiaan Seorang Muslim. Foto: Bulan Ramadhan (ilustrasi) Foto: Dok Republika Berkah Ramadhan: Menampa Karakter Kemanusiaan Seorang Muslim. Foto: Bulan Ramadhan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bulan suci Ramadhan merupakan bulan yang paling istimewa dan penuh berkah di antara 11 bulan lainnya. Salah satu keberkahannya adalah menempa dan membentuk karakter kemanusiaan seorang Muslim.

Imam Shamsi Ali menyebut pembentukan karakter ini adalah esensi mendasar dari keislaman seseorang. Segala aspek keagamaan, akidah dan ibadah akan terukur pada nilai karakter, yang mana hal ini juga disebut dengan Al-Akhlaq.

Baca Juga

"Iman akan dipertanyakan di saat karakter manusia tidak tergambarkan sesuai pengakuan keimanan. Pengakuan beriman tapi tidak membangun amanah dalam kehidupan, dipertanyakan. Bahkan Rasulullah menegaskan tidak ada iman seseorang yang tidak amanah," ujar dia dalam pesan yang diterima Republika.co.id, Senin (27/3/2023).

Ia menyebut beragam ayat Alquran maupun hadits telah menjelaskan posisi akhlak dalam beragama dan kehidupan. Alquran pun memuji akhlak Rasulullah SAW, "dan sesungguhnya engkau (Muhammad) memiliki Akhlaq yang sangat agung."

Dalam sebuah hadits bahkan digambarkan bagaimana di hari akhirat kelak seseorang akan mengalami kebangkrutan. Ketika mereka kembali kepada Allah SWT dengan ragam amalan ritualnya seperti shalat, puasa, haji, dzikir dan lainnya, tetapi selama hidupnya pernah menyakiti, menggibah, menggunjing, berbohong dan berbagai prilaku akhlak yang buruk.

"Singkat cerita, orang yang demikian pada akhirnya dilempar masuk ke dalam neraka. Semua amalan ritualnya bangkrut karena perilaku buruk yang dia lakukan selama hidupnya," ucap Imam Shamsi Ali.

Rasulullah SAW dalam sebuah hadits menyebut, "Sesungguhnya pada diri manusia itu ada segumpal darah. Jika segumpal darah itu baik maka baik seluruh anggota tubuhnya. Tapi jika segumpal darah itu buruk/rusak maka rusak/buruk pula seluruh anggota tubuhnya. Itulah hati."

Seorang Muslim, ujar dia, harus melakukan perjuangan demi terbentuknya karakter atau akhlak mulia itu. Salah satunya adalah urgensi membangun mental atau kejiwaan yang terikat atau terkoneksi dengan Allah SWT.

Koneksi ini disebut dengan 'Al-Ihsan', yang mana di dalamnya ada dua sisi yang saling terkait dan menentukan. Dalam bahasa Alquran, kedua dimensi ini dikenal dengan hablun minallah dan hablun minan naas. Kata 'annaas' ini tidak terbatas hanya pada manusia, tetapi juga seluruh makhluk hidup.

Imam Shamsi Ali menyebut puasa memiliki esensi yang mendasar dalam membangun ihsan. Puasa adalah amalan ibadah yang sangat pribadi antara seorang hamba dan Tuhannya, yang mana hal ini seolah melatih diri untuk selalu merasakan kehadiran Allah (ma’iyatullah) dalam dirinya dan kedekatan-Nya (Qurbah).

"Terbentuknya dimensi vertikal “ihsan” pada diri seseorang ini akan mampu membangun dimensi horizontal ihsan dalam kehidupannya. Dimensi horizontal ihsan inilah yang terekspresi dalam prilaku fisikal atau karakter seseorang," kata dia.

Ketika seseorang berbuat baik (ihsan horizontal), maka perbuatannya tidak terlepas dari kesadaran akan kehadiran Allah (ihsan vertikal). Dengan demikian, perbuatannya dalam segala bentuknya terilhami oleh nilai-nilai samawi (dimensi vertikal ihsan) itu dan ikatan nilai-nilai samawi ini menjadikannya selalu dalam karakter yang benar, baik, indah, nyaman dan memberikan rasa aman.