Kamis 23 Mar 2023 19:58 WIB

Ramadhan Jangan Jadi Ajang Kampanye Meski Sosialisasi Politik di Masjid Boleh

Bawaslu mengharapkan momentum Ramadhan tak dijadikan ajang kampanye terselubung.

Sejumlah warga menghabiskan waktu ngabuburit jelang berbuka puasa di Masjid Al Jabbar, Kota Bandung, Kamis (23/3/2023). Sebagian warga tadarus Alquran, swafoto di kawasan masjid dan duduk-duduk di taman.
Foto:

Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Pusat Jusuf Kalla (JK) juga kembali menegaskan larangan kepada semua pihak menggunakan masjid sebagai tempat untuk berkampanye politik praktis. JK mengatakan, DMI telah mengeluarkan surat edaran untuk melarang segala bentuk aktivitas politik di masjid.

"DMI sudah mengeluarkan edaran masjid itu harus steril dari politik praktis tidak boleh berkampanye di masjid," kata JK dalam siaran persnya, Selasa (21/3/2023).

JK menilai, jika masjid dipergunakan untuk berkampanye politik praktis akan menjadikan masjid sebagai tempat untuk menyanjung dan menjelekkan pihak lain.

"Karena kalau semua mikrofon boleh dipakai oleh 24 parpol nanti bingung masyarakatnya, yang ada masjid jadi tempat menyanjung dan menjelekkan orang. Kalau di lapangan silakan tapi tidak di masjid, siapapun tidak boleh kampanye di masjid," ujar JK.

Namun demikian, meski melarang masjid untuk dijadikan tempat berkampanye politik praktis, JK mempersilakan masjid digunakan sebagai wadah untuk melakukan sosialisasi politik. Dalam hal ini masjid boleh dijadikan tempat bagi petugas pemilu untuk mengajak masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya atau memberikan sosialisasi tentang tata cara pelaksanaan pemilu.

"Kalau berbicara politik boleh, misalnya mengajak jamaah untuk mendaftarkan diri jadi pemilih, boleh saja karena itu demokrasi. Termasuk mengajak masyarakat pada tanggal 14 Februari 2024 ke TPS, itu boleh karena mendukung pemilu yang jujur dan adil," ujarnya.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD sebelumnya pun menyatakan, ceramah politik inspiratif, seperti politik kebangsaan, kenegaraan, kemanusiaan, dan kerakyatan boleh dilakukan di rumah ibadah dan tempat pendidikan. 

"Saya katakan tadi, berceramah agama, berceramah politik di masjid atau di gereja atau di pesantren boleh apa tidak? Boleh, asal politik kebangsaan, politik kenegaraan, politik kemanusiaan, dan kerakyatan," ujar Mahfud kepada wartawan usai menghadiri simposium nasional bertajuk ‘Kedamaian Berbangsa Menuju Pemilu 2024 Tanpa Politisasi Agama', di Sekolah Partai PDI Perjuangan (PDIP) di Jakarta, Selasa (21/3/2023). 

Sebaliknya, lanjut Mahfud, hal yang tidak boleh dilakukan di rumah ibadah dan tempat pendidikan adalah politik praktis. Yakni, politik yang mengarahkan massa untuk memilih, mendukung, atau berpihak pada sosok tertentu. 

"Kalau politik praktis, jangan di masjid, jangan di pesantren, jangan di gereja karena politik praktis pilihan yang beda-beda di antara setiap orang. Kalau dikampanyekan di masjid, gereja, dan sebagainya menimbulkan perpecahan. Tapi kalau ceramah politik yang baik di gereja, masjid, itu boleh," kata dia. 

Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Aboe Bakar Alhabsyi merespons positif pernyataan Mahfud MD yang memperbolehkan ceramah politik di masjid. Menurut Aboe, masjid memang seharusnya digunakan untuk ceramah politik kebangsaan. 

"Selama tentang kebangsaan, (ceramah politik di masjid) itu bagus, itu yang benar," kata Aboe kepada wartawan di Kantor KPU RI, Jakarta, Selasa. 

"Jadi memang mesjid itu boleh untuk berbicara masalah-masalah tentang kebangsaan, karena hubbul wathon minal iman (cinta tahah air sebagian dari iman), ya kan. Jadi silakan-silakan saja," imbuhnya.

Menurut Aboe, saat ini masih saja ada pihak-pihak yang "baper" atau tidak terima ketika ada ceramah politik di masjid. Karena itu, dia mengapresiasi pernyataan Mahfud tersebut.

"Udah lah, Pak Mahfud itu cocok kita jadikan narasumber," kata anggota DPR RI itu. 

Salah satu masjid yang akan menghindari potensi kampanye politik oleh parpol adalam Masjid Kampus (Maskam) Universitas Gadjah Mada (UGM). Berbeda dengan tahun sebelumnya, Ketua Panitia Ramadhan Maskam UGM, Axel Milbarindra, menegaskan pihaknya tahun akan mengundang tokoh politik yang berafiliasi dengan partai politik sebagai pembicara di Ramadhan Public Lecture.

"Tahun ini kita sepakati bersama dengan pihak Rektorat, Masjid Kampus sendiri sekarang adalah part of UGM, kalau dulu yayasan sekarang bagian dari UGM di bawah pimpinan Rektorat, sehingga kita selalu akan koordinasi secara teknis hal-hal terkait konseptual kegiatan segala macam. Sehingga kemarin Kita menyepakati untuk di tahun ini tidak lagi mengundang tokoh-tokoh yang berbau politik ya terutama yang berafiliasi dengan partai," kata Axel kepada Republika beberapa waktu lalu. 

Alasannya, kata Axel, tahun 2023 ini merupakan tahun politik mengingat awal tahun 2024 sudah digelar pemilihan umum. Maskam UGM tak ingin membawa politik praktis ke dalam masjid.

"Di tahun depan awal sudah mulai pemilihan umum sehingga kita sepakat tidak membawa politik praktis ke dalam masjid lagi untuk tahun ini," ujarnya. 

Tahun ini Maskam UGM hanya akan mengundang sejumlah tokoh nasional dan sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju sebagai pembicara di Ramadhan Public Lecture. Beberapa tokoh menteri yang dijadwalkan menjadi pembicara dalam Ramadhan Public Lecture diantaranya Menko Polhukam Mahfud MD, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Ekonomi Sri Mulyani, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi.

Selain menteri, tokoh nasional yang juga dijadwalkan menjadi pembicara dalam Ramadhan Public Lecture kali ini antara lain Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla, Wakil Presiden ke-11 RI Boediono, mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo. 

 

photo
Empat Tantangan Partai Islam - (infografis republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement